Artikel ini diambil dari saduran artikel majalah eBizzAsia edisi Juni 2005 (setelah dikurangi konten yang berbau komersial). Sedikit memberikan penjelasan terkait dengan issue ITIL yang pernah diposting sebelumnya (mungkin masih dianggap konten berbau SARA).
Penerapan ITSM: Strategi Meningkatkan Kualitas Layanan
Dewasa ini, ketika keberhasilan bisnis tergantung pada infrastruktur teknologi informasi (TI) yang dijalankan dengan baik, maka kemampuan perusahaan untuk mengelola layanan TI ( IT services ) harus menjadi prioritas utama.
Tuntutannya adalah bagaimana memaksimalkan nilai yang bisa diperoleh bisnis, sehingga mampu memberikan layanan yang optimal kepada konsumen atau pelanggan, namun pada saat yang sama mengendalikan biaya seminimal mungkin.
Upaya memaksimalkan nilai itu menempatkan penerapan IT Service Management (ITSM) tidak lagi merupakan suatu opsi, melainkan telah menjadi suatu keharusan bagi perusahaan, terutama jika ingin mempertahankan eksistensi bisnisnya di tengah persaingan yang sangat kompetitif saat ini.
ITSM, sebagai suatu solusi manajemen, jelas tidak hanya terkait dengan ketersediaan infrastruktur TI, melainkan bagaimana infrastruktur tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan TI di lingkungan perusahaan, sehingga menjadi lebih efisien dan efektif, yang berujung pada kemampuan mengoptimalkan layanan kepada pelanggan, sambil menghemat biaya. Lanjutannya, perusahaan pun dapat dengan mudah membuat perencanaan ( forecasting ) ke depan, termasuk juga mengambil berbagai keputusan bisnis yang lebih dinamis.
Mengapa ITSM
Di masa lalu, banyak perusahaan yang membangun infrastruktur TI dan sekaligus menempatkannya sebagai technology backbone bagi pengembangan bisnisnya. Namun, ketika perusahaan mengalami perkembangan, menjadi lebih maju, lebih banyak pelanggannya, maka kebutuhan infrastruktur TI- nya juga ikut berkembang. Dampaknya, bukan saja infrastruktur TI-nya semakin luas, perangkat, sumber data dan aplikasi yang digunakannya pun semakin berjibun. Hal itu, tentu akan sangat mengganggu, karena jika tidak mampu dikelola dengan baik, dalam arti mengoptimalkan layanan TI, maka hal itu sekaligus akan menjadi beban. Sementara, mengelolanya pun bukan hal yang mudah, apalagi kalau tanpa menggunakan tools atau solusi yang tepat.
Padahal, perusahaan, dalam upayanya untuk bertahan dalam persaingan yang semakin hari semakin ketat, tentu membutuhkan, bukan saja kelincahan dalam menangani bisnis, melainkan juga meningkatkan pelayanannya kepada pelanggan, yang berarti secara internal harus terus-menerus meningkatkan efisiensi dan produktivitasnya.
Tantangannya menjadi bagaimana menyediakan layanan TI yang kompetitif di perusahaan secara menyeluruh, yang semakin memungkinkan setiap bagian di dalam perusahaan, baik bagian penjualan, inventori, administrasi, keuangan dan lainnya, mampu bekerja secara lebih efisien dan produktif, yang akhirnya mendorong peningkatkan pelayanannya kepada pelanggan.
Artinya, para CIO ( chief information officer ) dengan segenap jajarannya di lingkungan perusahaan harus mampu memberikan pelayanan TI secara efisien dan efektif, yang benar- benar dapat memenuhi kebutuhan bagian- bagian lainnya. Hal itu, bukan saja semakin menuntut dengan pemahaman bagian TI terhadap tujuan- tujuan bisnis, melainkan bagaimana orang- orang TI memiliki ukuran- ukuran kualitas layanan TI yang jelas, yang juga bisa menjadi ukuran bersama dalam meningkatkan daya saing perusahaan dan bisnisnya.
IT People tak bisa lagi hanya sekedar menyediakan infrastruktur dan aplikasi, melainkan bagaimana semua itu benar-benar tersedia, dengan kualitas layanan yang disepakati, sehingga secara nyata memberikan dukungan layanan yang optimal, sehingga setiap bagian lainnya juga mampu meningkatkan layanannya untuk pelanggan.
Pengelolaan infrastruktur TI saja, kini tak lagi memadai, diperlukan pengelolaan layanan TI dengan kualitas terukur, yang selanjutnya beranjak ke pengelolaan layanan bisnis ( business service management , BSM) dengan konsisten selain mempertimbangkan biaya. Tantangan berikutnya adalah bagaimana meningkatkan nilai infrastruktur menjadi nilai layanan bisnis.
Dengan kata lain, ketersediaan infrastruktur tidak lagi berhenti sampai pada ketersediaan layanan TI, melainkan bagaimana layanan itu memiliki kualitas, kapabilitas dan ukuran – apakah sesuai dengan kebutuhan bisnis atau tidak. Bagaimana pengelolaan infrastruktur yang baik, yang didukung penerapan ITSM, mampu memberikan suatu layanan yang bermutu tinggi dan konsisten, yang mencakup semua bagian di dalam perusahaan, seperti inventori, pasokan dan lain sebagainya, namun dengan biaya yang lebih hemat.
Sasaran lanjutannya adalah bagaimana semua itu mampu meningkatkan volume bisnis, melalui peningkatan kualitas proses bisnis di perusahaan secara menyeluruh. Hal itu sangat menuntut terjadinya perubahan yang mendasar di lingkungan perusahaan, dari sekedar menyediakan infrastruktur dan layanan TI menjadi nilai bisnis.
Penerapan ITSM untuk menyelaraskan antara TI dan bisnis, salah satunya memanfaatkan framework IT Infrastructure Library (ITIL). ITIL merupakan kumpulan praktik terbaik (best practices) dalam manajemen layanan yang membantu menurunkan biaya TI dan secara kontinyu meningkatkan kualitas layanan yang bertujuan untuk mengoptimalkan nilai bisnis.
Suatu penerapan ITSM yang efektif dilakukan dengan memadukan tiga unsur utama, yakni orang, proses dan teknologi, ke dalam suatu sistem yang dirancang dengan baik, yang didasarkan pada praktik industri yang terbaik. Keterpaduan tiga unsur ini dalam suatu sistem, semakin memastikan bahwa ketiganya mampu membangun sinergi, sehingga masing- masing dapat memberikan sesuatu yang terbaik.
ITIL menjadi pendekatan manajemen layanan TI yang sangat luas diterima di lingkungan industri guna memberikan suatu pengelolaan layanan TI yang komprehensif, sehingga mampu mendorong efisiensi dan efektivitas penggunaan sistem informasi dalam pencapaian bisnis.
Media komunikasi dan kolaborasi pembelajaran a'la virtual. Supplemen kuliah melalui e-class atau e-learning untuk Jurusan terkait dengan Sistem Informasi, Teknologi Informasi (IS/IT), Sistem Komputer dan Teknik Industri.
Monday, May 22, 2006
Pembahasan UAS
Setelah beberapa hari vakum, dan mungkin untuk beberapa minggu ke depan (kecuali kalau mau bahas sesuatu atau posting saduran artikel yang lumayan), hari ini saya coba bahas materi UAS kemarin.
Dari awal sudah saya sebutkan bahwa materi UAS sebagian besar diambil dari buku reference. Kalau sebagian ngga’ denger, atau ngga’ mengindahkan mungkin rada repot juga, minimal buat yang ngga’ copy buku Ward bisa siap-siap.
Pembahasan kali ini bukan untuk soal yang ada jawabannya di buku. Tapi kita akan bahas kasus Pengembangan Perpustakaan Kampus yang jadi salah satu soal (buat SI dan SK perbaikan). Untuk kasus ini, mahasiswa sudah pasti tahu, baik itu model bisnis atau prosesnya. Jawaban bisa bervariasi, beragam dan melebar jadi tidak bisa menyebutkan jawaban paling benar (penilaian diambil dari analisa kebutuhan, informasi yang bisa di generate, maupun wawasan pemanfaatan teknologi yang tersedia).
Rata-rata untuk ulasan kebutuhan sudah cukup mendalam terutama untuk item-item jawaban seperti akses secara online, pencarian buku, limit peminjaman, pinalti / denda, sampai ke notifikasi order peminjaman / booking, atau peminjaman yang mendekati tenggat waktu (sangat wajar mengingat semua memiliki pengalaman terkait dengan mekanisme perpustakaan). Beberapa point menyangkut informasi yang bisa dipergunakan sebagai analisa juga sudah dijawab, seperti buku yang sering dipinjam mulai dari judul, topic ataupun authornya; analisa kebutuhan pembelian buku; keseringan mahasiswa meminjam; penetapan limit peminjaman untuk spesifik buku termasuk dendanya, dan beberapa informasi lain.
Ada satu pertanyaan mengenai analisa korelasi buku yang seharusnya bisa dikaitkan dengan kecenderungan peminjaman buku dengan informasi mahasiswa dari jurusan atau mata kuliah yang diambil. Boleh jadi suatu perpustakaan memiliki informasi keterkaitan suatu buku dengan mata kuliah dari referensi pengajar, namun kalau toh informasi itu tidak ada, bisa dibuat suatu analisa antara korelasi peminjaman buku dan mahasiswa dengan mata kuliah tertentu. Sehingga pada saat seorang mahasiswa mencoba meminjam buku yang tidak tersedia, pustakawan bisa memberikan saran buku pengganti dari informasi buku yang memiliki korelasi yang sama dengan mata kuliah tersebut.
Jawaban untuk aspek teknologi didominasi on-line library, beberapa menyebutka e-library dengan fasilitas e-book download. Selain web based yang jadi killer application, alternative pemanfaatan SMS sebagai fungsi pencarian, notifikasi ataupun reminder juga diulas oleh satu dua jawaban. Hanya saja saya tidak menemukan jawaban lain seperti misalnya RFID yang sebelumnya dibahas di off-line class (mungkinkah diterapkan di perpustakaan?).
Dari awal sudah saya sebutkan bahwa materi UAS sebagian besar diambil dari buku reference. Kalau sebagian ngga’ denger, atau ngga’ mengindahkan mungkin rada repot juga, minimal buat yang ngga’ copy buku Ward bisa siap-siap.
Pembahasan kali ini bukan untuk soal yang ada jawabannya di buku. Tapi kita akan bahas kasus Pengembangan Perpustakaan Kampus yang jadi salah satu soal (buat SI dan SK perbaikan). Untuk kasus ini, mahasiswa sudah pasti tahu, baik itu model bisnis atau prosesnya. Jawaban bisa bervariasi, beragam dan melebar jadi tidak bisa menyebutkan jawaban paling benar (penilaian diambil dari analisa kebutuhan, informasi yang bisa di generate, maupun wawasan pemanfaatan teknologi yang tersedia).
Rata-rata untuk ulasan kebutuhan sudah cukup mendalam terutama untuk item-item jawaban seperti akses secara online, pencarian buku, limit peminjaman, pinalti / denda, sampai ke notifikasi order peminjaman / booking, atau peminjaman yang mendekati tenggat waktu (sangat wajar mengingat semua memiliki pengalaman terkait dengan mekanisme perpustakaan). Beberapa point menyangkut informasi yang bisa dipergunakan sebagai analisa juga sudah dijawab, seperti buku yang sering dipinjam mulai dari judul, topic ataupun authornya; analisa kebutuhan pembelian buku; keseringan mahasiswa meminjam; penetapan limit peminjaman untuk spesifik buku termasuk dendanya, dan beberapa informasi lain.
Ada satu pertanyaan mengenai analisa korelasi buku yang seharusnya bisa dikaitkan dengan kecenderungan peminjaman buku dengan informasi mahasiswa dari jurusan atau mata kuliah yang diambil. Boleh jadi suatu perpustakaan memiliki informasi keterkaitan suatu buku dengan mata kuliah dari referensi pengajar, namun kalau toh informasi itu tidak ada, bisa dibuat suatu analisa antara korelasi peminjaman buku dan mahasiswa dengan mata kuliah tertentu. Sehingga pada saat seorang mahasiswa mencoba meminjam buku yang tidak tersedia, pustakawan bisa memberikan saran buku pengganti dari informasi buku yang memiliki korelasi yang sama dengan mata kuliah tersebut.
Jawaban untuk aspek teknologi didominasi on-line library, beberapa menyebutka e-library dengan fasilitas e-book download. Selain web based yang jadi killer application, alternative pemanfaatan SMS sebagai fungsi pencarian, notifikasi ataupun reminder juga diulas oleh satu dua jawaban. Hanya saja saya tidak menemukan jawaban lain seperti misalnya RFID yang sebelumnya dibahas di off-line class (mungkinkah diterapkan di perpustakaan?).
Subscribe to:
Posts (Atom)