Mungkin ada mis-komunikasi. Meski kita sudah sediakan moda alternative lewat Klasmaya, tapi masih ada saja salah tafsir. Sedianya tugas bedah buku dari eBook Meltdown direncanakan dalam bentuk paparan, namun tugas yang dikumpulkan berbentuk narasi. Format narasi inipun sebenarnya bisa diterima, masalahnya hampir semua tim belum mempersiapkan tugas ini untuk dipresentasikan, walhasil rencana paparan sessi kemarin gagal maning, kita tunggu minggu depan.
Untuk mengisi klas, akhirnya dibahas aspek regulasi telekomunikasi Indonesia. Dua UU yang cukup representatif, yaitu UU No 3 / 1989 dan UU No 36 / 1999 tentang Telekomunikasi dikupas cukup detil. Untuk mempermudah pemahaman, dipergunakan format komparasi. Sayang format ini sengaja tidak saya share agar pemirsa bisa lebih kreatif menganalisa sendiri dari material UU yang tersedia.
Sebagai pelengkap, disini disampaikan pula PP (Peraturan Pemerintah) No 8 / 1993 dan PP No 52/2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi untuk menambah pemahaman kedua UU ini. Keempat materi ini sebenarnya ada di situs Dirjen Pos dan Telekomunikasi, yang menyediakan dengan lengkap segala undang-undang, peraturan dan kebijakan lain terkat dengan regulasi telekomunikasi (misalnya interkoneksi atau aspek lainnya). Tapi kalau pun belum sempat mampir ke situs tersebut, posting ini juga menyediakan UU dan PP tersebut.
Bahasan lebih menekankan perubahan dari UU No 3 / 1989 dan UU No 36 / 1999, sekira 10 tahun, terkait dengan deregulasi, perubahan dari monopoli menjadi pasar terbuka (kompetisi), meskipun untuk industri tertentu masih duopoli. Deregulasi dipengaruhi gelombang globalisasi, dan pesatnya perkembangan teknologi telekomunikasi yang mengakibatkan perubahan yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi. Globalisasi semacam WTO, persayaratan IMF, maupun tekanan negara besar boleh jadi menjadi salah satu driver deregulasi. Aspek lain seharusnya terkait dengan tujuan untuk meningkatkan penetrasi dan densitas sarana telekomunikasi dalam rangka mempercepat pembangunan infrastruktur, peningkatan perekonomian negara dan kesejahteraan masyarakat.
Studi dari ITU menyebutkan bahwa peningkatan 1% densitas telekomunikasi suatu negara akan meningkatkan 3% pertumbuhan ekonomi. Apakah teorema tersebut berlaku di negara kita perlu dilihat lagi histori beberapa tahun lalu. Sementara, kajian beberapa analis tahun terakhir yang punya korelasi dengan studi ITU tersebut, menyebutkan bahwa pertumbuhan Developed Country bisa dipengaruhi oleh densitas broadband, meski mereka tidak menyebutkan angka matematis dari pertumbuhan tersebut.
Untuk mengisi klas, akhirnya dibahas aspek regulasi telekomunikasi Indonesia. Dua UU yang cukup representatif, yaitu UU No 3 / 1989 dan UU No 36 / 1999 tentang Telekomunikasi dikupas cukup detil. Untuk mempermudah pemahaman, dipergunakan format komparasi. Sayang format ini sengaja tidak saya share agar pemirsa bisa lebih kreatif menganalisa sendiri dari material UU yang tersedia.
Sebagai pelengkap, disini disampaikan pula PP (Peraturan Pemerintah) No 8 / 1993 dan PP No 52/2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi untuk menambah pemahaman kedua UU ini. Keempat materi ini sebenarnya ada di situs Dirjen Pos dan Telekomunikasi, yang menyediakan dengan lengkap segala undang-undang, peraturan dan kebijakan lain terkat dengan regulasi telekomunikasi (misalnya interkoneksi atau aspek lainnya). Tapi kalau pun belum sempat mampir ke situs tersebut, posting ini juga menyediakan UU dan PP tersebut.
Bahasan lebih menekankan perubahan dari UU No 3 / 1989 dan UU No 36 / 1999, sekira 10 tahun, terkait dengan deregulasi, perubahan dari monopoli menjadi pasar terbuka (kompetisi), meskipun untuk industri tertentu masih duopoli. Deregulasi dipengaruhi gelombang globalisasi, dan pesatnya perkembangan teknologi telekomunikasi yang mengakibatkan perubahan yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi. Globalisasi semacam WTO, persayaratan IMF, maupun tekanan negara besar boleh jadi menjadi salah satu driver deregulasi. Aspek lain seharusnya terkait dengan tujuan untuk meningkatkan penetrasi dan densitas sarana telekomunikasi dalam rangka mempercepat pembangunan infrastruktur, peningkatan perekonomian negara dan kesejahteraan masyarakat.
Studi dari ITU menyebutkan bahwa peningkatan 1% densitas telekomunikasi suatu negara akan meningkatkan 3% pertumbuhan ekonomi. Apakah teorema tersebut berlaku di negara kita perlu dilihat lagi histori beberapa tahun lalu. Sementara, kajian beberapa analis tahun terakhir yang punya korelasi dengan studi ITU tersebut, menyebutkan bahwa pertumbuhan Developed Country bisa dipengaruhi oleh densitas broadband, meski mereka tidak menyebutkan angka matematis dari pertumbuhan tersebut.
No comments:
Post a Comment