Dikutip dari Siaran Pers No. 36/PIH/KOMINFO/3/2010 (Jakarta, 21 Maret 2010).
"Respon Kementerian Kominfo Terkait Keputusan Final Pemerintah Dalam Pembahasan Masalah Menara Telekomunikasi Yang Akhirnya Tertutup Untuk Asing"
Pada akhirnya pemerintah melalui MenKo Ekonomi menyampaikan sikap tentang penyediaan menara telekomunikasi yang sepenuhnya tertutup untuk asing.
Kominfo menyambut positif yang intinya investasi di bidang percepatan pembangunan menara telekomunikasi tetap harus diperhatikan untuk menunjang perbaikan iklim investasi di Indonesia.
PerMen Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008, khususnya Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa bidang usaha jasa konstruksi untuk pembangunan menara sebagai bentuk bangunan dengan fungsi khusus merupakan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing. Pada ayat (2), penyedia, pengelola, atau kontraktor menara yang bergerak dalam bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) adalah Badan Usaha Indonesia. Peraturan Bersama, khususnya Pasal 5 ayat (4) juga menyebutkan, penyedia menara telekomunikasi yang bukan penyelenggara telekomunikasi, pengelola menara atau jasa konstruksi untuk membangun menara merupakan perusahaan nasional.
Keikut-sertaan asing di dalam industri telekomunikasi merupakan fenomena umum. Investor asing tidak dapat dihindari masuk industri telekomunikasi di Indonesia mengingat keperluan teknologi dan padat modal pada jangka panjang. Namun demikian, kemudian diatur batasannya di dalam PP No. 111 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Perpres No. 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka.
Aturan pembatasan yang proporsional terhadap keikut-sertaan asing, tujuannya bukan anti asing, tetapi semata-mata untuk mendorong industri dalam negeri tetap dapat tumbuh dan berkembang secara kompetitif dan proporsional tanpa harus terjadi praktek monopoli. Sejauh ini ada beberapa regulasi dan kebijakan yang cenderung pro industri dalam negeri, seperti penyertaan produk domestik layanan 3G secara bertahap, layanan BWA, serta pengenaan preferensi open source di penyediaan akses internet kecamatan. Kesemuanya itu masih dalam proporsi yang terbatas, bertahap dan tidak bertentangan dengan komitmen Indonesia dalam WTO.
Untuk menara telekomunikasi, sektor industri dalam negeri sejauh ini sudah well-prepared dan well-performed dalam penyediaan menara telekomunikasi, baik dari aspek teknis, SDM, penyediaan material dan financing melalui perbankan, yang kesemuanya ini masuk dalam skema pekerjaan infrastruktur SITAC- CME (Site Acquisition - Civil, Mechanical and Electrical).
Mengacu PerMen Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 dan Peraturan Bersama, penyediaan menara telekomunikasi dimungkinkan dilakukan oleh penyelenggara telekomunikasi dan atau juga penyedia menara yang bukan penyelenggara telekomunikasi. Kecenderungannya menara telekomunikasi yang sudah cukup lama dimiliki oleh penyelenggara telekomunikasi ada sebagian yang dijual kepada pihak lain, dan penyelenggara telekomunikasi cenderung lebih convenient dengan system sewa dari penyedia.
Keikut-sertaan asing masih dimungkinkan dalam penyediaan perangkat telekomunikasinya mulai dari penyediaan feeder dan antenna (antena transmisi radio microwave yg menghubungkan antar BTS atau pun BTS dengan Base Station Controller, antena BTS itu sendiri serta BTS dan antena nya yang dihubungkan oleh feeder). Belum lagi kebutuhan shelter sebagai ruangan tempat perangkat telekomunikas seperti BTS, IDU (Indoor Unit) Radio Transmisi Microwave dan lain sebagainya. Perangkat-perangkat tersebut pada umumnya penyediaannya oleh vendor asing.
Dari aspek sosial, khususnya kasus perubuhan menara telekomunikasi (Badung), sektor asing minimal dapat memperkecil potensi konflik. Di sisi lain ada komitmen untuk memberi peran cukup besar pula bagi Pemda untuk turut serta dalam memfasilitasi penyediaan menara telekomunikasi sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan anti monopoli dan sejumlah ketentuan lain yang diatur di dalam Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/ 3/2008 dan Peraturan Bersama.
Era saat ini dan ke depan bukan lagi percepatan pembangunan menara telekomunikasi secara kuantitatif, tetapi aspek efektivitas dan efisiensi terkait dengan kebutuhan menara telekomunikasi melalui sharing atau menyewa dari penyedia dan itu pun harus untuk penggunaan bersama. Dengan demikian, penyedia menara telekomunikasi tetap dituntut untuk melakukan percepatan pembangunan namun tetap mengutamakan efisiensi menara bersama.
"Respon Kementerian Kominfo Terkait Keputusan Final Pemerintah Dalam Pembahasan Masalah Menara Telekomunikasi Yang Akhirnya Tertutup Untuk Asing"
Pada akhirnya pemerintah melalui MenKo Ekonomi menyampaikan sikap tentang penyediaan menara telekomunikasi yang sepenuhnya tertutup untuk asing.
Kominfo menyambut positif yang intinya investasi di bidang percepatan pembangunan menara telekomunikasi tetap harus diperhatikan untuk menunjang perbaikan iklim investasi di Indonesia.
PerMen Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008, khususnya Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa bidang usaha jasa konstruksi untuk pembangunan menara sebagai bentuk bangunan dengan fungsi khusus merupakan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing. Pada ayat (2), penyedia, pengelola, atau kontraktor menara yang bergerak dalam bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) adalah Badan Usaha Indonesia. Peraturan Bersama, khususnya Pasal 5 ayat (4) juga menyebutkan, penyedia menara telekomunikasi yang bukan penyelenggara telekomunikasi, pengelola menara atau jasa konstruksi untuk membangun menara merupakan perusahaan nasional.
Keikut-sertaan asing di dalam industri telekomunikasi merupakan fenomena umum. Investor asing tidak dapat dihindari masuk industri telekomunikasi di Indonesia mengingat keperluan teknologi dan padat modal pada jangka panjang. Namun demikian, kemudian diatur batasannya di dalam PP No. 111 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Perpres No. 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka.
Aturan pembatasan yang proporsional terhadap keikut-sertaan asing, tujuannya bukan anti asing, tetapi semata-mata untuk mendorong industri dalam negeri tetap dapat tumbuh dan berkembang secara kompetitif dan proporsional tanpa harus terjadi praktek monopoli. Sejauh ini ada beberapa regulasi dan kebijakan yang cenderung pro industri dalam negeri, seperti penyertaan produk domestik layanan 3G secara bertahap, layanan BWA, serta pengenaan preferensi open source di penyediaan akses internet kecamatan. Kesemuanya itu masih dalam proporsi yang terbatas, bertahap dan tidak bertentangan dengan komitmen Indonesia dalam WTO.
Untuk menara telekomunikasi, sektor industri dalam negeri sejauh ini sudah well-prepared dan well-performed dalam penyediaan menara telekomunikasi, baik dari aspek teknis, SDM, penyediaan material dan financing melalui perbankan, yang kesemuanya ini masuk dalam skema pekerjaan infrastruktur SITAC- CME (Site Acquisition - Civil, Mechanical and Electrical).
Mengacu PerMen Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 dan Peraturan Bersama, penyediaan menara telekomunikasi dimungkinkan dilakukan oleh penyelenggara telekomunikasi dan atau juga penyedia menara yang bukan penyelenggara telekomunikasi. Kecenderungannya menara telekomunikasi yang sudah cukup lama dimiliki oleh penyelenggara telekomunikasi ada sebagian yang dijual kepada pihak lain, dan penyelenggara telekomunikasi cenderung lebih convenient dengan system sewa dari penyedia.
Keikut-sertaan asing masih dimungkinkan dalam penyediaan perangkat telekomunikasinya mulai dari penyediaan feeder dan antenna (antena transmisi radio microwave yg menghubungkan antar BTS atau pun BTS dengan Base Station Controller, antena BTS itu sendiri serta BTS dan antena nya yang dihubungkan oleh feeder). Belum lagi kebutuhan shelter sebagai ruangan tempat perangkat telekomunikas seperti BTS, IDU (Indoor Unit) Radio Transmisi Microwave dan lain sebagainya. Perangkat-perangkat tersebut pada umumnya penyediaannya oleh vendor asing.
Dari aspek sosial, khususnya kasus perubuhan menara telekomunikasi (Badung), sektor asing minimal dapat memperkecil potensi konflik. Di sisi lain ada komitmen untuk memberi peran cukup besar pula bagi Pemda untuk turut serta dalam memfasilitasi penyediaan menara telekomunikasi sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan anti monopoli dan sejumlah ketentuan lain yang diatur di dalam Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/ 3/2008 dan Peraturan Bersama.
Era saat ini dan ke depan bukan lagi percepatan pembangunan menara telekomunikasi secara kuantitatif, tetapi aspek efektivitas dan efisiensi terkait dengan kebutuhan menara telekomunikasi melalui sharing atau menyewa dari penyedia dan itu pun harus untuk penggunaan bersama. Dengan demikian, penyedia menara telekomunikasi tetap dituntut untuk melakukan percepatan pembangunan namun tetap mengutamakan efisiensi menara bersama.
No comments:
Post a Comment