Tentang Sinergi Bakrie Telecom dan Sampoerna Telekomunikasi
By Amir Karimuddin - March 15, 2012
Kemarin, pihak Bakrie Telecom (BTEL) dan Sampoerna
Telekomunikasi Indonesia (STI) mengumumkan kerjasama, di mana STI memperoleh
10% saham BTEL (senilai $90 juta) dan in return BTEL mendapatkan 35% saham STI
yang saat ini dimiliki oleh Sampoerna Strategic dan Polaris dengan opsi menjadi
pemegang saham mayoritas STI dalam 3 tahun ke depan. Badan usaha akan
disinergikan di bawah entitas BTEL.
Michael Sampoerna selaku Presiden Direktur Sampoerna
Strategic, pemilik STI, seperti dikutip oleh Kompas, menyebutkan alasan
peleburan entitas STI ke dalam BTEL adalah meningkatkan daya saing yang
dimilikinya untuk melakukan ekspansi di infrastruktur komunikasi data, yang
bakal menjadi tren di masa mendatang. Dengan kata lain, ketimbang melakukan
investasi mahal di area ini (dan Sampoerna belum yakin bakal untung), lebih
baik ikut dengan perahu/entitas lain yang “lebih aman”.
Menarik bahwa BTEL yang sebenarnya secara keuangan tidak
sehat benar (merugi sepanjang 2011) melakukan aksi korporasi besar melalui
merger dengan operator CDMA lainnya. Ini merupakan merger kedua di industri
telekomunikasi CDMA setelah Fren yang terus merugi diambil alih oleh Smart
Telecom dan sekarang menjadi smartfren. Sebelumnya Telkom pernah menjajaki
merger anak perusahaannya, Telkom Flexi, dengan BTEL namun akhirnya rencana ini
kandas karena ketidaksetujuan dari berbagai pihak.
Di satu sisi, BTEL akan mendapatkan frekuensi 6.25 MHz di
band 450 MHz yang menjadi milik STI dan akan digunakan untuk penetrasi ke
daerah pedesaan Sumatra dan Jawa yang selama ini dilakukan oleh STI menggunakan
brand Ceria. Di sisi lain, BTEL perlu menggalang dana untuk membiayai proses
ini.
Seperti dikutip dari Seputar Indonesia, BTEL akan
menerbitkan saham baru sebesar 10% (senilai Rp 900 miliar) yang bakal digunakan
untuk mendanai proses sinergi/akuisisi ini dan membayar utang yang bakal jatuh
tempo tahun ini sebesar Rp 650 miliar. Jadi sebenarnya yang keluar uang ini
siapa?
Buat saya, ini merupakan teknik financial engineering yang
selama ini memang merupakan keahlian Grup Bakrie. Di headline Reuters, justru
yang digembar-gemborkan adalah Sampoerna Group membeli 10% saham BTEL. Nah
pertanyaannya, apa benar ini sekedar tukar saham atau sebenarnya Sampoerna
memberikan investasinya (dalam bentuk dana segar) di sini?
Berikut adalah tulisan Reuters tanggal 1 Maret 2012, dua
minggu sebelum pengumuman sinergi BTEL dan STI:
“The Bakrie group is looking to sell some equity via a non
pre-emptive rights issue to raise money for Bakrie Telecom,” said the source.
That method of fund-raising means the company does not need shareholder
approval because the stake is within a 10 percent limit.
Bakrie Telecom will use the capital injection to pay back
some of its debt, including 650 billion rupiah of bonds maturing this
September, the source added.
The new partner will eventually buy up more shares and could
become a majority shareholder in Bakrie Telecom with a 51 percent stake, one
the sources added.
Jika kita menggunakan Reuters sebagai acuan utama, makanya
kronologisnya adalah sebagai berikut: BTEL butuh dana untuk melunasi hutang dan
ekspansi dan berencana menerbitkan 10% saham baru. Calon pembelinya adalah
Sampoerna dan ST Telecom (Korea). Berikutnya muncullah berita resmi sinergi
BTEL dan STI ini.
Dengan masuknya Sampoerna yang merupakan salah satu keluarga
kaya di Indonesia di jajaran pemilik BTEL, tentu saja ini menjadi assurance
bahwa bisnis BTEL akan tetap langgeng dan ini meyakinkan investor bahwa BTEL
masih memiliki prospek yang cerah. Dalam setahun terakhir, nilai saham BTEL
memang terus turun tanpa ada sinyal positif yang berarti.
Sinyalemen dari tulisan Reuters menunjukkan bahwa investasi
(dalam bentuk uang) bukan dilakukan oleh BTEL, melainkan oleh Sampoerna demi
untuk membayar utang dan berekspansi. Bahkan partner baru ini bakal memiliki
kesempatan untuk menjadi pemilik mayoritas baru BTEL. Jika kerjasama ini
dianggap menguntungkan oleh Sampoerna, bukan tidak mungkin nantinya malah
ceritanya bakal berbalik.
Jangan heran kalau setahun dua tahun ke depan bakal ada
headline baru di mana malah Sampoerna yang mengambil alih kepemilikan BTEL.
Kita-kita yang awam ini mungkin sulit untuk mempercayai hal seperti ini, tapi
di bisnis dengan banyak financial engineering yang bermain, ini semua adalah
mungkin.
No comments:
Post a Comment