Monday, October 31, 2005

Excelso Menantang Kedai Kopi Asing?

Tulisan ini dicuplik dari majalah SWA Kamis, 21 Agustus 2003, dengan judul sama yang ditulis oleh : Sudarmadi

Kendati jaringannya belum seluas dan sepopuler kedai kopi asing, langkah Excelso cukup meyakinkan sebagai penantang. Didukung perusahaan kuat, akan muluskah perjalanannya?

Kalau Anda menemukan kedai kopi Excelso di Shanghai Square, jangan salah, itu memang kedai kopi dari Indonesia yang belakangan mencoba ekspansi ke luar negeri. Tidak mau kalah dari langkah kedai kopi asing yang makin menggila di Tanah Air, Excelso juga terus melebarkan sayapnya. Menurut Pranoto Soenarto, General Manager PT Excelso Multi Rasa (EMR) dari Grup Kapal Api, tak kurang dari 15 gerai baru Excelso telah dibangun dalam dua tahun terakhir.
Pranoto mengakui, pihaknya memang terdorong agresif gara-gara menyaksikan pertumbuhan dan publisitas kedai kopi bermerek akhir-akhir ini. Dulu, pemilik Grup Kapal Api Soedomo Margonoto, berprinsip lebih baik low profile dan tidak perlu berhubungan dengan media massa. Meskipun kedai Excelso dikembangkan sejak 1990 saat bisnis kafe belum semarak sekarang, EMR memilih tidak gembar-gembor dulu. EMR hampir tidak pernah berkampanye, sehingga tak banyak yang menolehnya.

Padahal, kedai Excelso adalah pionir kedai kopi Indonesia. Soedomo tertarik membuatnya ketika melihat banyak kedai kopi di luar negeri. Di sebagian negara maju, minum kopi di coffee shop sudah menjadi bagian gaya hidup, sehingga bisnis resto kafe menjamur. "Mestinya di Indonesia bisa mengarah ke gaya hidup ngopi ini, pikir Soedomo ketika itu. Dorongan membuat coffee shop juga dipicu kenyataan Grup Kapal Api menguasai bahan mentah kopi. Grup Kapal Api, dalam catatan AC Nielsen, merupakan pemimpin pasar kopi eceran. Apalagi, kabarnya, pemilik Grup Kapal Api dikenal dekat dengan sejumlah pengusaha dan petani kopi di sejumlah daerah di Indonesia, seperti Toraja dan Jawa.

Setelah menggodok perencanaannya, setahun berikutnya, 1991, mulailah Grup Kapal Api membuka gerai pertama di Jakarta, dengan mengambil lokasi di lantai dasar Plaza Indonesia. Sambutan masyarakat cukup menggembirakan, meski secara keseluruhan tidak terjadi ledakan permintaan.

Berikutnya, EMR kembali membuka gerai di Legian, Bali. Setelah itu, dari tahun ke tahun EMR terus memperbanyak gerai. "Kini kami punya 38 gerai, serta beberapa gerai di luar negeri, ujar Pranoto. Tak pelak, kini Excelso merupakan coffee shop dengan jumlah gerai terbanyak di Indonesia. Dalam pandangan Rhenald Kasali, pakar pemasaran dari Universitas Indonesia, penetrasi kafe Excelso patut diacungi jempol. Strateginya tepat ketika mencoba mengangkat citra merek ke kelas yang lebih tinggi. Kehadiran Excelso, selain mengangkat citra merek Grup Kapal Api, juga berpotensi melahirkan kedai kopi dengan merek yang kuat. "Merek yang mereka gunakan memberikan citra sangat internasional," ujarnya.

Memang betul. Banyak yang mengira Excelso merupakan kedai kopi asing seperti halnya Starbucks dan Coffee Bean & Tea Leaf. Bahkan, Memperindag Rini Soewandi juga mengira Excelso dari luar negeri, ujar Pranoto mengenang momen pada Pameran Produksi Nasional Juli lalu. Citra internasional sengaja dimunculkan dari kata Excelso yang berkesan kebarat-baratan. Manajemen EMR kabarnya memilih nama merek itu dari kata "so excellent” yang kemudian dibalik pengucapannya menjadi "excellent so”, disingkat "Excelso”.

Sudah pasti merek itu tidak akan berbunyi kalau tanpa diikuti implementasi elemen-elemen strategi pemasaran lainnya secara tepat. Pada tahap awal, jelas, soal pemilihan lokasi gerai. Bukan rahasia lagi, sukses bisnis ritel seperti kafe ditentukan lokasi, lokasi dan lokasi. Di sini EMR tak asal pilih. "Kami berusaha bergabung dengan mal atau pengelola properti yang sebelumnya telah ramai pengunjung, kata Pranoto.

Dengan pola seperti itu, selain mempermudah penetrasi, Excelso juga tak perlu repot-repot berpromosi habis-habisan untuk menyedot pengunjung. Toh, Excelso tidak mewajibkan harus ada di mal atau plaza. Kalau di perkantoran juga memungkinkan, EMR tidak ragu-ragu membuka gerai di sana. Seperti yang sekarang dilakukan, Excelso masuk ke Wisma Dharmala Sakti dan Wisma BNI 46 -- juga mulai masuk kampus (MM UI dan Universitas Airlangga).

Agar bisa menjaring lapisan yang lebih luas, EMR membuat tiga jenis kedai kopi Excelso dengan target pasar dan positioning berbeda. Pertama, Kafe Excelso. Ini merupakan jenis coffee shop pertama yang dikembangkan. Targetnya kalangan profesional, eksekutif dan ekspatriat. Umumnya, Kafe Excelso didesain dengan warna warm & natural, menggunakan warna-warna dominan hitam, marun, atau cokelat. Hanya, tetap memakai warna lain seperti hijau, kuning, biru dan oranye, sehingga kesan fun sebagai kafe tetap terasa. Jumlah kafe jenis ini paling banyak, 25. Antara lain, ada di Plaza Indonesia, Plaza Blok M, Pasaraya Grande, Mega Mal, Mal Malioboro dan Plaza Tunjungan.

Kedua, Excelso Express. Dikembangkan dengan positioning sebagai take away coffee shop yang mengedepankan kepraktisan minum kopi, sehingga biasanya hanya berbentuk counter atau cart. Menu makanan dan minuman yang ditawarkan terbatas. Demikian pula media penyajiannya, hanya menggunakan piring dan gelas plastik yang selepas pakai bisa langsung dibuang. Berbeda dari Kafe Excelso, Excelso Express lebih disasarkan pada anak muda, mahasiswa dan peminat kopi yang ingin praktis. Yang jelas, dengan konsep ini, EMR tetap bisa membuka gerai meski tempat yang tersedia terbatas. Saat ini Excelso Express terdapat di Kampus Pascasarjana UI, Unair, Menara Bidakara, Java Supermal (Semarang) dan Rumah Sakit Budi Mulia (Surabaya).

Ketiga, de'Excelso. Tipe kafe ini bisa dikatakan paling eksklusif dibanding dua lainnya. Konsepnya, sesuai kata Pranoto, perpaduan antara kafe dan resto, sehingga pilihan menu makanan dan minuman lebih banyak dan bahan baku menu juga lebih baik. de'Excelso didesain lebih artistik, dengan layanan lebih personal. Gelas dan piring didesain khusus, lebih mewah. Bila di Kafe Excelso kursi tamu hanya dari kayu tanpa alas sofa, di de'Excelso semua kursi berlapis sofa yang nyaman. Saat ini kafe jenis ini misalnya terdapat di Mal Kelapa Gading 3, Plaza Tunjungan 4 dan Cilandak Town Square. Dalam waktu dekat juga akan dibuka di Mollis Mal (Bandung) dan Pakuwon Supermal (Surabaya).

Tentu saja, EMR melengkapi keda-kedai Excelso dengan sejumlah keunikan. Jam operasional Excelso tak berbeda dari kafe lain. Untuk gerai di perkantoran, Excelso buka pukul 7 pagi sampai 10 malam, sedangkan di mal pukul 10 pagi hingga 9 malam. Dari sisi harga, demi mendapatkan derajat deferensiasi dari para kompetitor, nampaknya manajemen EMR sengaja memosisikan kafenya tak setinggi seumlah kafe asing. Hal ini dilihat dari harga minuman dan makanan, yang lebih terjangkau dibanding kedai kopi asing.

Di segmen minuman misalnya, EMR bisa menjual dalam kisaran harga Rp 8.500-20.000, sementara harga makanan Rp 20-30 ribu. Menu makanan Garden Green, misalnya, hanya Rp 20 ribu. Sementara Tuna Salad Rp 22.750, Chicken Salad Rp 25.000, Excelso Sandwinch Rp 28.500, dan Beef & Cheese Sandwich Rp 26.750. EMR nampaknya tak terlalu sulit mengimplementasi pilihan segmentasi ini karena punya akses bahan baku -- terutama menu minuman -- yang lebih baik dibanding resto asing.

Sementara itu, bila diamati, pada jaringan Excelso memang tak ada jenis hiburan tertentu sebagaimana banyak dikembangkan sejumlah pengelola kafe. Misalnya, musik hidup. Lalu, gerai juga tak lebih luas, hanya 90-120 m2. Suasana yang diciptakan lebih fungsional. "Sengaja tak ada hiburan. Kafe kami pure untuk pertemuan orang, pertemuan bisnis, lanjut Pranoto. Menurutnya, sedari awal pihaknya ingin mengedepankan keunggulan menu kopi ketimbang elemen penarik lain. Menu makanan pun sebagai bahan pendukung saja. "Andalan kami memang kopi, jelas Pranoto yang sebelumnya praktisi perbankan di Bangkok Bank.

Hanya, meski didesain lebih fungsional, tak berarti Excelso tak mengembangkan sentuhan-sentuhan emosional dan personal. Sentuhan emosional antara lain dikembangkan melalui suasana yang diciptakan setiap gerai. Ada yang menonjolkan suasana klasik seperti di Excelso Plaza Tunjungan 4, atau suasana modern seperti di Mal Kelapa Gading 3. Bisa juga dengan menciptakan suasana funky dengan gaya lounge, seperti di Cilandak Town Square.

Sentuhan personal juga diberikan saat menangani tamu. Di jaringan Excelso, tamu tak perlu antre di depan konter memesan menu. "Kami tak pakai sistem antre, katanya. Jadi, tamu tinggal memilih tempat duduk, selanjutnya akan didatangi pelayan Excelso yang siap mendaftar dan memenuhi pesanan. Tamu tak perlu beranjak dari tempat duduk. Tak heran, untuk itu karyawan (pramuniaga) per gerai di Excelso cukup tinggi: 17-19 orang (dua shift).

"Kami mengandalkan menu yang kami sediakan, lanjut Pranoto tentang menu favoritnya: Frappio Cookies N'Cream serta Excelso Sampler. Menurutnya, pihaknya selalu mengeluarkan menu baru tiap tiga bulan, baik di segmen minuman atau makanan. Dalam hal ini, EMR mencoba melakukan inovasi-inovasi menu minuman berbasis kopi. Menu Avocado coffee, misalnya, diklaim EMR sebagai yang pertama ada di bisnis kafe. Menu ini campuran dari alpukat dan biji kopi pilihan. Di Excelso menu minuman kopi yang disediakan memang cukup lengkap, baik jenis kopi pilihan yang ada di Indonesia -- kalosi toraja, java arabica, bali paradiso, lampung dan pemium robusta -- maupun kopi luar negeri. Adapun minunan hangatnya, antara lain espresso, kapucino, coffee mocha, irish coffee, chocholacino dan frappio.

Di segmen makanan, jenis sandwich dan sampler saat ini jadi andalan Excelso. Sembari berpromosi Pranoto menjelaskan, dibanding resto asing, bahan baku Excelso lebih bagus tingkat kesegarannya karena jarak dengan sumber bahan baku lebih dekat. "Dalam waktu 24 jam sudah sampai shop, katanya.

Bila dilihat dari promosinya, Excelso bisa dikatakan tak terlalu agresif. "Kami growing and flowing by people, Pranoto menandaskan. EMR mengandalkan promosi mulut-ke-mulut dari pelanggan yang puas terhadap menu dan layanan Excelso. "Dari sini basis konsumen kami makin bertambah, katanya. Promosi di TV? Sama sekali tak ada. Jangankan di TV, promosi di radio dan media cetak juga tak ada. EMR nampak sekali ingin lebih fokus membidik segmen, sehingga lebih mengandalkan in store promotion. Misalnya, dengan membagi brosur di gerai.
Rupanya yang ditekankan manajemen EMR justru upayanya meretensi pelanggan agar makin loyal. Ini antara lain dilakukan dengan menciptakan sistem membership, mengeluarkan Excelso Card. Sejumlah anggota aktif dikirimi kupon minum gratis ketika ulang tahun. Juga, memberikan merchandise seperti gantungan kunci, gantungan ponsel, atau gelas mug. Tak ketinggalan, mengeluarkan kupon yang akan diundi dengan hadiah ponsel dan tabungan. Tahun ini EMR menjalin kerja sama dengan Bank Danamon dan Samsung.

Excelso yakin, citra premium tidak hanya diciptakan dengan melakukan branding media above the line. "Kami lebih yakin membentu image dengan membuat desain coffee shop yang nyaman dan dari kualitas produk yang disajikan, Pranoto menegaskan. Juga, melalui petugas yang melayani pelanggan. Menurut dia, pihaknya cenderung merekrut lulusan akademi perhotelan. "Mereka andalan kami. Itulah yang selalu kami tanamkan untuk melayani pelanggan sebaik-baiknya karena pelangganlah yang menggaji, bukan perusahaan, katanya.

Saat ini, menurut Pranoto, manajemen EMR cukup puas dengan kinerja kedai kopinya, meski pada tahun-tahun awal sempat kesulitan mengedukasi pasar. "Kunjungan makin bagus dan konsumen bertambah. Sepertinya ini terkait dengan makin tingginya animo terhadap minuman kopi dan gaya hidup ngopi, katanya. Dari sisi brand image, menurut survei internal EMR, di seputar Jawa Tegah dan Jawa Timur, merek Excelso amat dikenal. Hanya, di Jakarta, meski sudah bagus, Excelso bersaing ketat dengan pemain asing yang juga kuat. Omsetnya, menurut sumber di EMR, kini Rp 50 miliar/tahun. Prestasi itu cukup bagus, mengingat kini persaingan di bisnis kedai kopi makin menggila. Puluhan kedai kopi asing datang dengan gelombang cepat melalui sistem waralaba, dari Coffe Bean & Tea Leaf, Starbucks, Dome, Kafe Regal, dan sebagainya. Selain bermodal kuat, merek mereka juga lebih dulu dikenal di pasar internasional.

Dalam pengamatan Rhenald, masuknya Grup Kapal Api di bisnis kafe dengan mengusung merek Excelso sebenarnya merupakan bagian dari strateginya untuk bisa lebih dekat dengan konsumennya. "Ngopi kini bukan lagi sekadar untuk menghilangkan kantuk, tapi sebagai bagian gaya hidup, di mana kedai kopi menjadi tempat kongkow yang amat diminati, ujarnya. Gaya hidup ini sesuai dengan karakter orang Indonesia yang suka berkumpul. Kedai kopi telah menjadi identitas tersendiri bagi kalangan tertentu, baik remaja maupun orang tua. Sebab itu, langkah penetrasi Excelso cukup tepat. Menurut Rhenald, Grup Kapal Api setidaknya telah menyelesaikan tugas pertamanya dengan mencegah dominasi kopi asing di Indonesia. "Setidaknya, menjadi tuan rumah di negaranya sendiri melalui merek Kapal Api."

Yang penting, lanjut Rhenald, Excelso harus terus menambah gerai. Alasannya, merek ini mulai dikenal masyarakat. Lebih mudah bagi mereka melakukan penetrasi di kala awareness brand-nya berada di atas. "Tidak boleh kehilangan momentum," katanya. Apalagi, sebagai pemain lokal, Excelso punya keunggulan yang tak dimiliki kedai asing, yakni lebih memahami karakter dan selera konsumen Indonesia.

Reportase: Taufik Hidayat.Riset: Siti Sumariyati.

291005-Class Overview

Ada insiden kecil untuk klas minggu lalu, saya minta maaf buat semuanya. Kejadiannya pagi itu, saya dengan tenangnya punya persepsi kalau jadwal kuliah jam 0900. Walhasil waktu istri dan anak-anak minta diantar jam 0830 ke salah satu famili, saya pun nggak keberatan. Ternyata sekitar jam 0840 sudah pada ditunggu dikelas sejak jam 0800, dan saya sempat diingetin lewat SMS. Untung saya sempat hadir di jam 0900, meski sesuai jadwal hanya sampai jam 1000 harus sudah kelar. Persepsi yang salah ini di trigger dari jadwal UTS minggu lalu di waktu yang sama. Sekali lagi hampura..

Sebenarnya ada dua materi yang saya siapkan untuk minggu lalu, yang pertama materi dari cuplikan bab Strategy Process dan yang kedua materi case study untuk kriteria bisnis ekselen dari Malcolm Baldrige. Karena untuk materi kedua sudah direncanakan ada tugas untuk 2 minggu kedepan (plus libur lebaran), akhirnya saya lebih fokuskan pada materi kedua. Alasan lain, materi pertama, lebih bagus kalau partisipan sudah membacanya sehingga bisa jadi bahan diskusi (nggak tahu kapan).

Saya tidak terlalu berharap banyak dari case study Landmark Dining. Kalaupun ada contoh jawaban dari category-4, namun untuk memberikan komentar Strength dan Oppotunity for Improvement (OFI) perlu punya background manajemen, selain itu perlu lebih dari sekedar membaca dokumen aplikasi (artinya ada session interview dan melihat evidence/bukti di lapangan). Sedikit berbeda dengan category Organizational Profile yang cenderung membuat resume dari dokumen sesuai dengan kriteria yang dipertanyakan.

Tugas ini lebih pada sasaran untuk melihat sejauh mana aspek-aspek manajemen strategi, terutama di aspek perencanaan, harus menjadi titik perhatian. Sebagai contoh, aspek penanggung jawab proses, keseimbangan long-term dan short-term, maupun kebutuhan seluruh key stakeholder. Sehingga pada saat mengembangkan sistem perencanaan, kriteria-kriteria tersebut harus menjadi perhatian.

Tugas kedua, sedikit klasikal, mendistribusikan pekerjaan belajar-mengajar melalui presentasi kelompok per bab. Pembagian tim sudah ditetapkan (agar sedikit merata). Jadwal tugas ini dilaksanakan setelah pertemuan kita berikutnya, masing-masing dengan jadwal 30 menit presentasi ditambah diskusi 15 menit.

Akhirnya selamat berlibur, dan ber-Lebaran bagi yang berlebaran.

Friday, October 28, 2005

Klasmaya Traffic Report



Laporan ini dibuat dari salah satu counter provider untuk melihat statistik audience Klasmaya. Kalau dilihat sekilas dari grafik, ada behavior yang khas mengenai hari apa yang paling sering diakses. Hari Senin sampai Rabu, akses meningkat, namun puncaknya ada di hari Kamis dan Jum’at dengan angka yang relative sama (sebelumnya saya pernah lihat top akses berada di hari Jum’at). Sabtu dan Minggu kalaupun ada sangat kecil.

Saya tidak tahu, seberapa presisi untuk real pemirsa (minus pengelola). Karena hampir tiap hari (terutana hari kerja) saya juga menyempatkan diri untuk nengok situs. Jadi bisa jadi angka di hari Senin-Selasa sebenarnya saya sendiri yang akses. Hari Kamis & Jum’at beralasan untuk jadi top of the day, sebagai persiapan kuliah di hari Sabtu. Yang sedikit aneh hari Sabtu, kira-kira siapa yang akses yaa?

Strategi Kalbe Memperluas Pasar Global

Tulisan ini dicuplik (sedikit diedit) dari majalah SWA, dengan judul sama yang ditulis oleh : Henni T. Soelaeman .

Berbagai strategi ditempuh Kalbe Farma untuk memperkokoh posisinya di percaturan industri farmasi global. Salah satu terobosan pentingnya, menciptakan produk orisinal dan inovatif.
Di industri farmasi, PT Kalbe Farma Tbk. termasuk “macan” yang sangat diperhitungkan dari sepak terjang perusahaan yang makin atraktif. Dari sisi inovasi, berbagai produk obat bebas (on the counter/OTC), obat resep (ethical), dan produk makanan kesehatan terus digenjot. Tahun lalu, perusahaan berhasil memasarkan 6 produk baru obat bebas, 10 produk baru obat resep, dan tiga produk baru makanan kesehatan. Kalbe memfokuskan diri pada bisnis farmasi, makanan kesehatan, dan kemasan untuk produk farmasi serta produk konsumen.

Selama hampir 40 tahun, berbagai produk Kalbe terbilang sukses di pasar, baik untuk produk obat OTC maupun obat resep. Dalam kategori obat bebas, perusahaan memiliki 15 merek utama yang kuat di masing-masing kategori penyakit (Promag, Extra Joss, Fatigon, Mixagrip, Procold, Woods, Mextril, Komix, Cerebrovit Ginkgo Biloba, Neo Enterostop, Neuralgin dan Sakatonik ABC). Untuk obat resep, saat ini Kalbe memiliki sekitar 350 obat resep untuk terapi berbagai macam penyakit yang dipasarkan oleh sekitar 1.800 medical representative.

Kinerja Kalbe pun makin memperlihatkan performa yang mengesankan. Pendapatan dari penjualan obat bebas tahun lalu membukukan nilai Rp 1,52 triliun atau tumbuh 18,8% dari tahun 2003. Sementara kontribusi produk obat dengan resep dokter pada 2004 menembus angka penjualan Rp 977 miliar atau tumbuh 20,1% dari tahun sebelumnya. Kinerja Kalbe secara keseluruhan pada 2004 tecermin pada pertumbuhan penjualan sebesar 17,6% dari Rp 2,89 triliun (2003) menjadi Rp 3,41 triliun dengan laba bersih Rp 372 miliar atau tumbuh 15,5% dari Rp 322 miliar (2003). Saat ini Kalbe Farma menguasai 14% pasar farmasi Indonesia.

Dengan Visi perusahaan yang menargetkan bisa eksis sebagai pemain global, tahun 2000 Kalbe mulai memberi perhatian lebih besar pada pasar internasional. Awalnya, perusahaan melempar produk ke pasar ASEAN, seperti Malaysia dan Singapura, kemudian melebar ke Afrika Selatan.

Dalam memilih negara tujuan ekspor Kalbe terlebih dulu menyurvei pasar yang selain melibatkan internal juga menunjuk pihak ketiga. Melalui survei ini, akan dilihat kecocokan produk yang dimiliki Kalbe dengan tingkat kebutuhan di negara tujuan ekspor.

Semua produk yang diekspor merupakan produk dengan merek yang sudah eksis di Indonesia, begitu pun dari sisi desain kemasan. Seperti di pasar domestik, pasar ekspor pun grafiknya meningkat tiap tahun.

Tahun lalu, nilai ekspor Kalbe sebesar US$ 25 juta (sekitar Rp 250 milliar) dan menyumbang 7% dari total penjualan Grup Kalbe yang mencapai Rp 4 triliun. Tahun 2006, pasar ekspor diharapkan dapat menyumbang hingga 10% terhadap total penjualan Grup Kalbe. Margin ekspor dengan margin yang diperoleh di dalam negeri tidak jauh berbeda. Operating margin sebesar 20%-22% dari penjualan dan bujet aktivitas pemasaran mencapai 20% dari total penjualan.

Ada sejumlah strategi yang dikembangkan perusahaan untuk menggarap pasar ekspor. Strategi pertama, trading based, yakni pihak Kalbe menunjuk distributor lokal (aktivitas jual-beli) di negara-negara tujuan ekspor.

Strategi kedua, marketing based. Kalbe membangun kantor perwakilan di setiap negara tujuan dari hasil survei internal berpotensi bagi pengembangan produk ekspornya. Saat ini ada 8 kantor perwakilan Kalbe di beberapa negara, seperti Malaysia (untuk pasar Singapura dan Malaysia), Myanmar, Kamboja, Vietnam, Filipina, Sri Lanka dan Thailand. Di beberapa negara ini Kalbe menempatkan 1-20 karyawan yang terdiri dari orang-orang Indonesia dan warga setempat yang direkrut Kalbe. Mereka bertugas melakukan aktivitas pemasaran, memonitor pasar dan melakukan survei. Di setiap negara perwakilan itu, perusahaan juga menggelar sejumlah aktivitas komunikasi, baik below the line maupun above the line. Materi kampanye iklan produknya disesuaikan dengan negara tujuan.

Strategi ketiga, bekerja sama dalam bentuk joint venture dengan perusahaan farmasi global. Langkah ini dipilih untuk mempersiapkan diri dalam persaingan global. Sejalan dengan visi itulah, Kalbe membangun kemitraan dengan perusahaan farmasi Hong Kong, Innocycle, yang kemudian melahirkan Innogene Kalbiotech Pte. Ltd. Lewat perusahaan yang berbasis di Singapura ini, Kalbe yang tercatat sebagai pemegang saham mayoritas (51%) tak semata membangun aliansi strategis.

Innogene berfungsi sebagai innovation generator bagi Kalbe Group. Perusahaan-perusahaan farmasi di Indonesia, termasuk Kalbe, umumnya sekadar mengembangkan produk alias mengopi produk-produk luar yang yang kemudian digenerikkan. Diakuinya, 400-an produk Kalbe juga merupakan kopi dari produk luar yang digenerikkan. Lewat Innogene, Kalbe akan tercatat sebagai perusahaan farmasi lokal pertama yang bakal meluncurkan berbagai produk inovatif dan asli buatan Kalbe, atau dalam bahasa farmasi sebagai formulation development. Langkah ini akan memperluas pasar Kalbe dan bisa menyasar pasar Eropa.

Melalui Innogene yang memiliki ruang lingkup bisnis pada pencarian dan pemasaran obat biogenerik, Kalbe diharapkan menjadi perusahaan Indonesia pertama yang memasarkan produk Biogenerik secara regional. Lingkup bisnis Innogene menjadi drug development company dengan fokus pada clinical development.

Visi dan misi Kalbe di Innogene: sebagai salah satu strategi perusahaan untuk mengembangkan produk-produk baru yang punya basis riset & pengembangan (R & D). Segala produk yang berbasis penelitian dan pengembangan akan ditempatkan di Innogene. Di Indonesia, belum pernah ada perusahaan farmasi lokal yang membuat produk-produk yang dipatenkan. Ini berbeda dari perusahaan farmasi berbendera PMA yang memang punya sumber daya di luar negeri.

Sementara langkah awal Innogene sebagai innovation generator Kalbe adalah mengembangkan produk vaksin antikanker dengan kode 1E10 (dibaca one E ten) yang telah memasuki tahap ke-3. Untuk penelitian ini, Innogene selain bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, juga menggandeng organisasi riset terapan terbesar di Eropa Fraunhofer Gessellschaft, YM Biosciences Inc dan Lynk Biotechnologies. Diharapkan, dalam 5 tahun ke depan proyek perdana ini akan selesai dan siap dipatenkan di negara-negara tertentu.

Ada empat proyek yang siap dijalankan Innogene. Selain vaksin antikanker, juga tengah dikembangkan obat untuk indikasi trauma otak dengan menggandeng para peneliti dari Prancis. Innogene juga akan membuat alat-alat diagnostik bekerja sama dengan LIPI dan beberapa institusi lain.

Investasi awal Kalbe di Innogene mencapai Rp 5 milliar. Per proyek diperkirakan menelan investasi Rp 40 millar. Untuk proyek perdana Innogene tahun ini dibutuhkan investasi US$ 2 juta. Kalbe memprediksi fase keempat (pre marketing) proyek perdana Innogene baru dapat dipasarkan sekitar tahun 2010.

Pembentukan perusahan riset produk bioteknologi oleh Kalbe di luar negeri merupakan langkah strategis untuk mengantisipasi perkembangan kemajuan industri farmasi ke depan, sekaligus untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor bahan baku.

Thursday, October 20, 2005

151005-Class Overview

Maaf, overview report minggu lalu baru ketulis hari ini. Begitu banyak tugas, begitu banyak kerjaan, begitu banyak alasan yang bisa dibuat.

Minggu lalu kita telah bahas dua materi yang kalau saya rasakan a bit boring. Materi pertama tentang BSC 4 IT. Karena kalian ambil jurusan IS, mau tidak mau topik ini cukup bisa nambah wawasan, meski cenderung hanya menyentuh aspek pengukuran saja. Topik kedua, sekilas dibahas tentang Malcolm Baldrige for Performance Excellence. Topik ini sebenarnya cukup hangat diperbincangan perusahaan di Indonesia, khususnya BUMN. Saya pikir, mungkin ada satu sessi lagi yang melihat framework Baldrige khususnya di Strategic Planning, mungkin lewat case bisa lebih menarik. Kita lihat nanti.

Minggu depan UTS, selamat belajar. Tapi apa yang musti dipelajari yaa? Minimal bolak-balikin file handout saya pikir bisa membantu. Sebenarnya kalau mau lebih dalam lagi baca buku referensinya, toh saya juga cuman ambil satu-dua bab dari buku-buku yang direferensikan, nggak ada ruginya, even nggak akan keluar di soal UTS.

Satu soal sudah saya bocorkan kemaren, tinggal cari jawabannya saja sejak kemarin. Soal lain masih saya cari-cari. Kalau soal “ngarang” pasti lebih asik, jawabannya bisa beda-beda (jadinya ketahuan kalau ada yang nyontek), tapi nggak mudah buat pengajar untuk kasih nilai.

Anyway, anyhow selamat belajar...

The purpose of Life

Paradoks Tujuan Hidup Manusia

Saya pernah kasih komentar tentang aspek religi yang cukup dominant pada saat membahas evaluasi tugas simulasi visi, misi, dan objektif tempo lalu. Ada suatu pemikiran yang pernah mencuat sekilas, yang kalau boleh saya sebut “paradoks tujuan hidup manusia”. Saya coba tuangkan pemikiran itu di sini sekedar untuk membagi pemikiran.

Berbicara tentang kehidupan manusia beragama, pada umumnya mereka mengakui adanya kehidupan sesudah mati. Dengan kata lain ada kehidupan di dunia dan ada kehidupan akhirat. Dalam pembahasan menetapkan objektif, disebutkan kita perlu menggali data, informasi, dan menganalisa itu semua. Pendek kata ada proses menggali pengetahuan yang pernah kita simulasikan.

Terkait dengan hal tersebut, pada saat kita akan menetapkan tujuan hidup di dunia termasuk di akhirat, perlu digali pengetahuan yang kita ketahui tentang kehidupan di dua tempat tersebut. Informasi dan pengetahuan di dunia, bisa cukup jelas terlihat dan terbayangkan. Ada kejadian sehari-hari, pengalaman, contoh kasus keberhasilan / kesuksesan maupun kegagalan, serta informasi lain yang menunjang penetapan objektif di dunia. Sementara pada saat menggali pengetahuan kehidupan di akhirat, relatif manusia hanya mengacu pada informasi yang termuat dalam kitab-kitab yang diyakininya, tidak lebih.

Meski manusia memiliki banyak informasi tentang hal-hal terkait kehidupan dunia, termasuk keberadaannya di dunia, namun pada saat menetapkan objektif dunia, acapkali tidak sepenuhnya benar, tepat, dan sesuai. Terlihat dari kejadian tentang apa yang kita harapkan tidak semua terealisir, tidak semua target bisa tercapai, dan apa yang kita peroleh meski berbeda dengan cita-cita namun boleh jadi memang sesuai dengan kodrat kita, atau paling tidak ada hikmah yang bisa kita ambil. Artinya analisa dan pengetahuan kita di dunia, meski tangible, meski kita bisa gali sebanyak-banyaknya namun terlihat tidak berarti apa-apa, kalau boleh dikatakan secuil.

Sementara, informasi di akhirat, meski tidak mudah untuk dibayangkan, namun proses penetapan objektif di kehidupan sesudah mati, bagi yang percaya, amat sangat jelas, hitam-putih, yaitu surga atau neraka.

Jadi ada paradox antara pengetahuan yang kita gali melalui analisis, dimana untuk kehidupan dunia kita merasa serba tahu, namun tidak berarti menjamin tepatnya objektif kita di dunia, sementara pengetahuan di akhirat, meski terbatas dari sumber satu kitab namun amat jelas objektifnya.

Tuesday, October 11, 2005

081005-Class Overview

Finally, I was quite happy with last week's class, we are on total football. Rencana sebelumnya buat bikin event discussion akhirnya bisa terlaksana, thank’s guys (and gals). Sebelumnya kita membahas BSC dari aspek Strategy Map. Diulas pada sessi itu, BSC bukan sekedar menempatkan indikator-indikator yang terkait dengan 4 perspektif BSC saja, namun seharusnya memberikan penjelasan tentang strategi apa yang akan diambil oleh perusahaan. Di akhir sessi dibandingkan juga antara BSC dengan Stakeholder Scorecard atau KPI ScoreCard.




Setengah kuliah berikutnya, sessi diskusi kelompok. Kita bagi menjadi 4 regu, masing-masing membahas aspek SWOT dan TOWS dari ITHB. Saya belum lihat semua, jadi belum ada komentar dari diskusi tersebut. Terakhir, lucky you, no more assignment for this week...(or ... should I give you something?)

Monday, October 10, 2005

Harley Lebih Berharga daripada General Motor

Tulisan ini dicuplik dari Kompas Cyber Media tanggal 04/04/2005


Rencana Pemerintah Indonesia mengeluarkan obligasi global (obligasi dalam dollar AS) sebesar 1 miliar dollar AS tertunda. Alasannya, menunggu membaiknya situasi bursa saham di Amerika Serikat yang sedang jatuh, terutama akibat jatuhnya saham General Motor, penghasil kendaraan bermotor nomor satu di Amerika dan juga industri otomotif nomor satu dunia.

JATUHNYA harga saham General Motor (GM) berkaitan dengan pengumuman perusahaan penghasil 8,99 juta kendaraan bermotor ini pekan lalu bahwa untuk kesekian kalinya sejak tahun 1992 perusahaan ini kembali merugi. Manajemen GM juga menegaskan bahwa perusahaannya mencatat rugi kuartalan terbesar sejak tahun 1992. Juga disinyalir bahwa GM masih akan terus merugi di waktu-waktu mendatang.
Lantas apa kaitannya dengan judul Harley (Davidson)-yang lebih dikenal dengan Harley itu-Lebih Berharga daripada General Motor? Artikel di harian Financial Times edisi 21 Maret 2005 lalu ini berkaitan dengan kejatuhan nilai saham GM dan perbandingannya dengan nilai saham Harley. Tentunya perbandingan ini juga berkaitan dengan perkembangan harga saham kedua perusahaan otomotif AS di waktu mendatang.

Dari perbandingan angka kendaraan yang diproduksi kedua perusahaan ini, jelas GM tidak bisa ditandingi oleh perusahaan otomotif lainnya, seperti Ford Motor Co ataupun Toyota Motor Company dari Jepang. Dengan angka penjualan mobil 8,99 juta unit per tahun, GM dengan produknya bermerek Chevrolet jelas sulit tertandingi. Apalagi jika disandingkan dengan produksi Harley yang hanya 317.289 sepeda motor pada tahun lalu.

Hanya saja, sejak harga saham GM yang pada akhir bulan Februari lalu mencatat rekor terendah sepanjang sejarah, yakni hanya tinggal 24,5 persen, secara kapitalisasi pasar Harley kini lebih tinggi alias lebih berharga dibandingkan dengan GM. Total nilai saham Harley kini mencapai 17,68 miliar dollar AS, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan total nilai saham GM yang hanya 16, 17 miliar dollar AS. Dan, ke depan, nilai saham Harley bakal terus meningkat karena perusahaan yang didirikan William Harley dan Arthur Davidson beserta dua saudaranya itu terus membubuhkan keuntungan bagi pemegang sahamnya. Ini bukan dinilai dari total produksi atau omzet penjualan, tetapi dari keuntungan, khususnya keuntungan bersih yang diberikan kepada para pemegang sahamnya.

Tahun lalu, Harley menghasilkan pemasukan 5 miliar dollar AS dengan keuntungan bersih mencapai 889 juta dollar AS. Harley selama 19 tahun terakhir ini terus mencatat rekor dalam pendapatan maupun keuntungan bersih. Berarti lebih beruntung untuk memiliki saham Harley karena akan terus memberikan pendapatan.

Sementara memiliki saham GM praktis akan buntung. Apalagi manajemen GM sudah mengatakan, ke depan keuntungan perusahaan ini akan terus anjlok. Dengan 8,99 juta mobil yang dihasilkan setiap tahun, jelas total produksi GM sekitar 28 kali lebih besar dari apa yang dihasilkan Harley.

Perputaran modal dari GM jelas jauh lebih besar, yakni mencapai 193 miliar dollar AS, atau 38 kali lebih besar dari Harley. Semua ini karena unit pembelanjaan GM yang memberikan pemasukan 6,9 miliar dollar AS. Hanya saja, GM yang berdiri setahun setelah berdirinya Harley tahun 1907 lalu penuh dengan beban utang sehingga keuntungan yang ada hanya dialihkan untuk bayar utang jika tak ingin obligasinya dimasukkan dalam kategori obligasi sampah alias junkbond.

Financial Times menulis, GM kini dililit utang (outstanding debt) sebesar 300 miliar dollar AS. Manajemen GM juga punya kewajiban 61,5 miliar dollar AS bagi program kesehatan untuk pekerjanya dan juga pensiunan karyawannya. Ini berarti uang hasil keuntungan akan beralih dari pemegang saham kepada pemilik obligasi dan pensiunan.

HARLEY dan GM punya awal sejarah yang hampir sama dan dalam perjalanannya keduanya juga menghadapi tekanan dari para pesaingannya terutama dari Jepang. Upaya mereka untuk mempertahankan dominasinya di pasar Amerika acapkali tererosi akibat kualitas produk yang buruk. Ini menyebabkan nama besar GM dan Harley terpuruk di mata konsumen di negerinya sendiri.

Yang lantas terjadi, kedua perusahaan ini sama-sama nyaris bangkrut. Harley hampir bubar tahun 1985, sementara GM pada tahun 1992. Setelah melewati masa sulit krisis keuangan, kedua perusahaan ini menerapkan teknik pabrikan ala Jepang terutama apa yang dikenal dengan kaizen alias peningkatan serta pembenahan yang terus-menerus. Dan, pihak Harley jelas lebih cepat melakukan pemulihan dibandingkan dengan GM yang lamban. Apalagi Harley juga punya citra merek yang kuat dibanding dengan produk GM. Harley mengklaim diri sebagai sepeda motor rakyat Amerika Serikat selama hampir setengah abad. Raja musik rock n’roll Elvis Presley dan penggemarnya mengendarai Harley pada tahun 1950-an dan 1960-an.



Tercipta generasi pengguna atau pemilik Harley yang fanatik. Harley Owners Group (HOG) alias Grup Pemilik Harley beranggota hampir satu juta orang. Dan, ini memberikan pemasukan yang tidak sedikit bagi Harley dari penjualan aksesori dan pakaian dengan lambang Harley. Harley juga lebih fokus pada produksi motor besar dan mereknya serta meninggalkan produk lainnya, seperti mobil golf atau salju.

"Bagi pelanggan mereka jelas tidak ada alternatif lainnya untuk sebuah Harley Davidson," ujar seorang analis di Wall Street. Pihak Harley juga memantapkan semua warisannya, memperbaiki kualitasnya, dan terus membangun citra merek sepeda motornya.

Berbeda dengan GM. Meski melakukan kaizen sebagaimana Harley, mengurangi jumlah pekerja, dan memperbaiki pabrikan, peninggalan masa lalu memberikan tanggungan beban biaya yang besar di masa mendatang. Para pekerja harus menghasilkan profit yang cukup untuk membiayai pensiunan. Tak ada yang tersisa bagi pemegang saham.

Akibatnya, GM juga tak punya cukup uang untuk menciptakan citra yang kuat. Yang bisa dilakukan adalah dengan lebih fokus pada mobil-mobil yang laku di pasar. Mereka juga menjual aset yang bukan penunjang operasi. Hanya saja, banyak dari merek mobil GM sudah tidak diterima pasar, termasuk pasar di negeri sendiri. Pekan lalu, GM menghentikan produksi dua merek mobilnya karena tidak laku lagi.

Dari apa yang sedang terjadi, jelas tidak keliru bahwa ke depan Harley Davidson akan lebih berharga dari GM. Ini sebenarnya bukan hanya dalam soal saham. Naik Harley dengan jaket kulit hitam, kaca mata gelap, celana ketat, jelas lebih gengsi. Apalagi dengan seseorang wanita cantik di boncengan! (Pieter Gero)

Tuesday, October 04, 2005

This week assignment

Tugas untuk minggu depan, sudah saya transfer lewat salah satu FlashDisk siswa. It's about BCG matrix. Disediakan data 3 bisnis dari salah satu perusahaan yang harus di analisa dalam matrix BCG. Untuk memberikan persepsi yang sama dalam penggambaran matriks, kuadran Growth di bagi untuk skala 0%; 20% dan 40%. Sedangkan untuk Posisi Market dibagi dalam skala 0%, 35% dan 70%. Artinya sumbu tengah adalah sumbu di angka 20% Growth dan 35% MarketShare.

Satu hal lain, untuk menentukan growth, bisa dipakai rerata growth tiap tahun. Artinya tiap tahun kita hitung pertumbuhannya dibandingkan tahun sebelum, lalu angka tiap tahun tersebut dirata-rata.

Alternatif lain bisa menggunakan rumus CAGR. Seingat saya, formula ini pernah saya berikan, tapi kalau toh lupa atau ternyata saya belum berikan, anda bisa simak situs investopedia yang memberikan kamus formulasi perhitungan, khususnya di keuangan. Situsnya cukup bagus terutama buat yang pingin belajar rasio keuangan atau hal-hal terkait finansial (ada banyak situs sejenis, kalau ada situs lain yang lebih enak disimak bisa juga dishare disini).

Jangan lupa untuk parameter marketshare harus dihitung dulu besaran total market. Bisnis A adalah bisnis di lingkungan industri duopoli. Di bisnis B semua kompetitor di industri nya sudah disebut semuanya, sedang bisnis C hanya ada satu kompetitor yang tersedia data namun angka total market telah diberikan.

Satu lagi, gambaran posisi matrix direpresentasikan dalam bentuk lingkaran. Besar atau kecilnya lingkaran ditentukan dari porsi bisnis-bisnis tersebut dalam perusahaan, jadi anda perlu hitung juga kontribusi revenue antar bisnis dalam perusahaan tersebut.

Tugas nggak perlu di cetak (boleh juga kalau mau), tapi saya lebih suka dikumpulkan dari file spreadsheet langsung, termasuk formula perhitungan sampai penggambaran matrix BCG melalui tabel di spreadsheet. Penggambaran BCG matrix mungkin perlu sedikit tricky agar bisa sesuai dengan kuadran di teori, tapi saya yakin kalian semua bisa ngatasin itu, cuma perlu sedikit ngoprek, no big deal....

011005-Class Overview

I was not quite happy with last week's class, banyak yang nggak muncul, padahal saya sudah merencanakan diskusi kelompok yang bisa dijadikan bahan penilaian. Tapi materi presentasi yang direncanakan separuh waktu perkuliahan, ternyata menghabiskan waktu cukup banyak juga. Punteun untuk yang harus buru-buru ngejar CRC.



Minggu kemaren kita mulai membahas materi yang masih cukup ramai dibicarakan banyak perusahaan, termasuk perusahaan di Indonesia. Materi ini ramai juga dibahas di seminar-seminar atau pelatihan dan kursus. Materi Balanced ScoreCard (BSC). Saya mencoba bahas dalam satu kali pertemuan, tetapi pas dihitung-hitung ternyata nggak cukup, minimal perlu dua kali pertemuan. Jadi minggu depan kita masih bahas BSC lanjutan plus kalau aspek waktu dan jumlah kehadiran memungkinkan, kita bisa tambah diskusi agar lebih seru. Well, .....any objection?

Monday, October 03, 2005

240905-Class Overview

Saya hampir lupa, overview untuk 240905 kita membahas materi apa. Seingat saya, awal kuliah kita membahas satu-satu tugas Corporate Visi Misi Objectives dengan bandingan masing-masing. Cukup menarik kalau kita bisa membedah cukup dalam, terutama untuk perusahaan yang memang berkompetisi. Saya belum baca satu persatu tapi sekilas kalau dilihat kajian singkat dari siswa cukup bagus, menarik, dan saya pikir kita semua mungkin bisa dapat sesuatu yang tidak pernah dibahas di perkuliahan.

Ada bagusnya materi tugas itu bisa dishare di klasmaya. Jadi kita semua bisa baca dan simak aksi perusahaan (corporate action) masing-masing. Jadi apa lagi masalahnya, tinggal click and drag, toh materi kalian semua sudah punya, mau di edit lagi silakan, mau apa adanya juga mangga. Sangat bagus juga kalau kalian buat link langsung ke sumber informasinya. Siapa tahu ada partisipan lain yang bisa komentar dari komentar anda di sini, kalau nggak sekarang mungkin beberapa bulan atau tahun kedepan, who knows?

Materi kedua setelah sedikit mengulas tugas adalah pembahasan lebih detil khususnya dari metode analisis, mulai dari TOWS, BCG, SPACE, dll. Ada yang belum dapet materi / file nya ?.

Evaluasi Tugas Simulasi (Who are You & Setting Goals)

Mungkin simulasi ini tidak bisa dinilai secara content, karena terlalu melihat aspek yang sangat personal, namun saya mencoba mengevaluasi dari perspektif mekanisme dan kejelasan penyajian.

Secara umum ada 5 perspektif yang saya lihat, yaitu Objectives, Initiatives, SWOT, TimeLine, dan Anticipation.

Disisi Setting Objective, mayoritas (9 dari 11 responden) sudah menyajikan kejelasan objectivesnya dengan baik, sisanya meski masih bukan dianggap baik (perfect) namun bukan di level Poor.

Indikator Initiatives hampir mirip dengan indikator Objectives, 9 dari 11 bisa dikategorikan perfect, namun ada satu yang kurang (poor) memberikan penyajian yang jelas.

Evaluasi Indikator SWOT cukup menarik, karena majoritas (8 dari 11), meski sudah mencoba menjelaskan aspek S-W-O dan T, namun mekanisme penjelasan Opportunities dan Thread(kemaren disebutkan Challenge) masih mengacu faktor internal. Hanya satu responden sudah bisa diklasifikasikan perfect sedang 2 yang terakhir hanya menjelaskan aspek internal saja (S-W)

Hanya 3 responden yang secara explisit dengan jelas aspek timeline sisanya, hanya tersirat dari sasaran 1-3-5 tahun. Porsi angka ini juga sama untuk indikator Antisipasi perubahan.

Secara keseluruhan rerata evaluasi sudah cukup baik, meski sedikitnya 2 responden masih dibawah standard.

Yang menarik di luar kriteria evaluasi adalah, 8 dari 11 menyebutkan objectives untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, bahkan satu responden dengan jelas menyebutkan tujuan S3. Aspek lain, lebih dari separuh responden terlihat menunjukkan aspek religius yang menonjol.