Wednesday, May 30, 2007

Apa Hubungan Singtel dengan Buy Back Indosat

Berita di situs Telegeography mengingatkan saya akan ribut-ribut di parlemen tentang usulan Buy Back Indosat di awal tahun (sekitar bulan Januari 2007) dari pemegang saham Singapura (Temasek Holdings). Usulan buy back buat saya rada bingung juga, mau apalagi, dulu kita bersikukuh industri telekomunikasi perlu di buka untuk investasi dari luar dengan maksud meningkatkan densitas dan penetrasi telepon. Walhasil Indosat, sebagai salah satu pemain, khususnya di bisnis sambungan langsung dan satelit, jadi korban untuk di jual ke Singapura. Meski sebelumnya ada proposal untuk di merger dengan Telkom, namun pemerintah lebih memilih pola duopoly sebelum masuk benar-benar ke pasar terbuka.

Ribut buy back, berbeda dengan corporate action Telkom untuk membeli kembali saham di pasar (atau mungkin ini government action to create issues for leveraging market). Bedanya yang diuntungkan yaa pemilik sahamnya sekarang. Toh kita juga tidak bisa memaksa investor untuk jual kembali, apalagi jual murah, terlebih lagi maksa diambil alih, emang jaman revolusi.

Issue yang dilontarkan parlemen kita, juga beberapa pejabat, termasuk serikat pekerja terkait dengan dugaan monopoli dari Singapura sebagai pemegang saham Indosat dan Telkomsel. Sementara kepemilikan anak perusahaan Telkom dan Indosat di pisah (cross ownership) dalam rangka duopoly, Singapura dengan santainya, secara tidak langsung memiliki saham di dua perusahaan tersebut melalui Indosat dan Telkomsel. Serikat pekerja juga menuduh harga seluler Indosat yang cukup tinggi dibanding Telkomsel disengaja Temasek untuk menggenjot Telkomsel.

Ide Buy back menjadi ribut setelah Temasek terkesan jual mahal dan seakan-akan bikin gemes DPR, meskipun dalam bisnis hal ini wajar-wajar saja bahkan benar dalam artian investasi. Kesannya parlemen kita cukup nasionalis, dalam rangka mengembalikan asset negara. Tapi mungkinkah ada semacam scenario, yang sengaja di hembuskan Singapura untuk menjual Indosat. Bener-bener menjual terkait dengan kinerja Indosat yang boleh jadi tidak terlalu memuaskan Singapura, atau strategi focus di Telkomsel, atau masih banyak persoalan di Indosat terkait dengan hutang sebelumnya. Kalau toh Singapura dianggap monopoli lah kenapa nggak dari dulu-dulu diributin sebelum di jual.

Saya cuman khawatir, jangan-jangan ada yang diuntungkan (secara pribadi) seandainya transaksi buy back itu terjadi. Buat Singapura juga untung dapat harga bagus, minimal sebanding lah dengan investasi yang sudah dikucurkan termasuk pembelian modal Capex dan ini itu, sementara boleh jadi “penggagas” (padahal di setir) transaksi ini juga kecipratan. Toh Negara lagi-lagi nggak akan komplain, apalagi atas nama pengembaliasn asset Negara, sehingga selain duit masuk reputasi pahlawan juga dapet. Moga-moga cuman mimpi buruk saja.

Friday, May 25, 2007

SingTel reports 124 million regional customers

www.telegeography.com Tuesday, 8 May 2007

Singapore Telecommunications (SingTel) says its had more than 124 million regional mobile subscribers in Asia-Pacific at the end of March 2007, up 46%, or 39 million, year-on-year. Much of the growth was attributed to regional associates such as Bharti in India and Telkomsel Indonesia which posted the strongest subscriber growth rates. Bharti ended March with 37 million customers, thanks to the addition of 5.2 million net new mobile subscribers in the quarter, while Telkomsel added 3.3 million net new users in Q1 to lift its total to 38.9 million customers. Elsewhere, SingTel Optus added 60,000 customers, boosting it base to 6.74 million (including 445,000 3G subscribers), while in its home market SingTel added 56,000 subscribers in the quarter, to end March with 1.82 million users. SingTel also reported a tripling in the number of people subscribing to its 3G service by 1 April, to 466,000.

SingTel profits drop 41% in Q1, revenues up

www.telegeography.com Wednesday, 9 May 2007

Singapore Telecommunications (SingTel) reported a 2% rise in operating revenue to SGD3.33 billion (USD2.19 billion) for the three months to 31 March 2007, but said that net profit slumped 41.2% to SGD989 million, largely the result of lower earnings from its operations in Indonesia and the absence of a one-time gain. For the full year, revenues increased marginally by 0.1% to SGD13.15 billion, and net profits were down 9.2% at SGD3.78 billion.

The group’s mobile businesses fared best reporting Q12007 revenues of SGD238 million, up 8.7% year-on-year, as its total aggregate regional mobile base swelled by twelve million to more than 124 million users, and post-paid ARPU stabilised at SGD71 (USD46.8) per month. SingTel has forecast ‘double-digit’ growth in underlying profit over the next five years, which it says will be boosted by new acquisitions and increased stakes in affiliates such as Telkomsel in Indonesia. The mobile operator contributed pre-tax profit of SGD258 million in the fourth quarter, up 5.2% quarter-on-quarter, but down from the 73% growth seen a year ago. The lower than expected rise was attributed to heavy floods in Jakarta in February and the effects of currency depreciations in the rupiah against the Singapore dollar.