Thursday, December 13, 2007

Bahan presentasi dari buku Burlton

Awalnya saya berniat untuk mengulas bab per bab dari materi Burlton yang sudah dipresentasikan mahasiswa beberapa minggu lalu. Namun karena waktunya sudah rada mepet buat di deliver sebagai bagian dari bahan yang bisa jadi soal UAS, saya harus segera upload ke Klasmaya.

Ada beberapa bagian buku yang bisa di share di media ini, antara lain:

Bab-2
Bab-3
Bab-5
Bab-6
Bab-7
Bab-9&10
Bab-11
Bab-12
Bab-13
Bab-14
Bab-16

Materi presentasi masih original dari penyusun, jadi mungkin perlu sedikit cek ke bukunya langsung. Paling tidak ada sedikit rangkuman yang bisa didapat sebagai bahan UAS

Permintaan Maaf

Dari rencana semula, hari Senin lalu seharusnya ada kuliah pengganti. Meski secara phisik sudah berada di Indonesia, namun kondisi saya tidak memungkinkan untuk hadir di ruang kelas, disamping ada masalah mengkomunikasikan ke BAAK ataupun salah satu mahasiswa.

Hari Rabu saya sudah masuk ke kantor, dan coba hubungi pihak institusi untuk penggantian, namun sampai jam 1500 belum bisa kontak lansung dengan pengelola, sampai saya putuskan untuk membatalkan penggantian, toh perlu waktu untuk informasi ke mahasiswa yang sangat pendek waktunya.

Jadi kita akan langsung masuk UAS di hari Sabtu besok, dengan materi yang sudah disampaikan sebelumnya. Ada beberapa materi yang belum di share, antara lain handout untuk materi Analysing Workflow dan bagian dari bukunya Aalst terkait dengan materi tersebut yang bisa di download di posting ini.

Semoga sukses ..

Saturday, November 24, 2007

Tambahan Nilai

Angka nilai tengah semester tempo hari mungkin masih belum memuaskan. Beberapa mungkin mendapat angka sementara yang below average meski dari sisi kapabilitas seharusnya bisa diatas rerata. Persoalannya ada beberapa partisipan yang belum men submit PR atau tugas yang dikerjakan di rumah.

Untuk memberi peluang perbaikan berikut ini disampaikan tambahan tugas sebagai berikut:

  • Tugas dari soal latihan dari gabungan Bab 2, no 2.7 (hal 71) dan Bab 3, no 3.1 (hal 94) khusus untuk partisipan dengan nama Debut, Petrus, Ihsan, dan Adri.
    Tugas bisa dikirim melalui email atau disampaikan pada saat pertemuan.
  • Tugas me resume kuliah dari Jack Shaw (Accelerating Innovation: People, Process, & Technology) yang bisa diakses di posting ”Kuliah terkait Process”, terutama untuk partisipan dengan nama Santi, Budiyanto, Petrus, Denny, Ihsan dan Mariany. Tugas ini bisa juga dipergunakan untuk partisipan lain yang berminat menambah nilai. Resume minimal 2 halaman dengan 1 spasi. Tugas berupa file yang dikirim melalui email atau ditransfer melalui flash disk pada saat pertemuan.

November 23, 2007 Class at a Glance

Apa kabar..... lama tak jumpa. Praktis selama tiga minggu, akibat dua kali pertemuan terakhir ”mabal”, klas ini sempat terputus. Seharusnya putus di offline, klasmaya tetap jalan seperti biasa. Namun rupanya tidak mudah juga untuk konsisten updating info di media ini.

Tiga minggu ini, pekerjaan ”biasa” (bukan ”luar biasa” seperti klas) menuntut lebih banyak waktu dan konsentrasi dari biasanya, terkait dengan pekerjaan rutin per triwulan, perencanaan untuk tahun 2008, maupun persiapan mengikuti seminar. Semoga semua berjalan dengan lancar. Amiin.

Jadi saya mohon maaf, atas peristiwa dua kali berturut-turut ”mabal” tersebut (yang tidak tahu istilah ”mabal” bisa mencari di kamus). Moga-moga atmosphere lebaran masih belum hilang untuk bisa saling memaafkan.

Rencana men’disseminasi materi presentasi Burlton juga belum kelar. Awalnya saya mau ulas per bagian namun kalau waktunya tidak memungkinkan, minimal yang sudah disubmit harus sudah dishare. Lagi-lagi mohon maaf.

Klas minggu ini dimulai dengan pembahasan pekerjaan rumah untuk soal 4 lintasan KA. Sekilas meski tidak 100% tepat dan mungkin juga tidak 100% murni (karena lebih banyak yang sama ”salahnya”, kecuali kalau PR dikerjakan bareng) jawaban PR cukup bagus.. Dari analogi dua track yang ditampilkan di klasmaya, beberapa sudah mencoba untuk diduplikat sampai 4 track. Hanya saja penyelesaiannya kurang di analisa dan dikaji lebih mendalam, sehingga masih ada beberap kekurangan yang sulit untuk disebut minor.

Model kedua dari jawaban PR ada yang mencoba ”ngulik” dari logika dan aturan yang dipahami. Meski sekilas sedikit berbeda, namun orisinalitas karya dari pekerjaan rumah ini bisa lebih berharga dibanding fenomena ”^C - ^V”.

Bahasan selanjutnya adalah menyelesaikan sisa rencana program. Minggu ini dipilih bab-4 dari (masih) Aalst tentang Analisa Workflows (bahan handout bisa dikolek disini). Konten terkait dengan Teknik analisa dari aspek kualitatif dan kuantitatif, Situasi error yang biasa terjadi, Reachability, Soundness, dan Building Block untuk tahapan derive proses.

Pada pembahasan lampu Lalin (Lalu lintas), terdapan situasi (proses Lalin) yang sebenarnya tidak salah (error) dalam workflow namun menjadi pincang, unfair, dan tidak mencerminkan situasi Lalin yang sebenarnya. Perbaikan dari situasi ini menjadi PR yang disepakat untuk dikumpulkan di pertemuan kedepan.

Clue: tempatkan satu tambahan place. Selanjutnya pikirkan jalur/arrow mana yang perlu diberikan dan perubahan jalur yang ada.

Pengganti klas pertama, dijadwalkan Senin tanggal 26 November 2007 Jam 17:00 WIB, kemungkinan di ruang yang sama. Pengganti klas kedua masih belum disepakati, sementara tanggal 7 Des mendatang diperkirakan saya tidak bisa hadir karena dari tanggal 2-8 Desember saya harus mengikuti seminar di Hongkong. 30 November kemungkinan masih bisa, namun masih ada dua klas yang belum terbayar. Jadi waktu tersisa tinggal sekitar tanggal 1 Des, dan 10-12 Des. Kalau masih ada waktu dari tanggal 27-30 Nov, mungkin bisa menambah kekurangan klas.

Ciao

Tuesday, November 06, 2007

Bahasan latihan soal dan pekerjaan rumah untuk jalur/lintasan kereta api.

Soal ini diambil dari buku Aalst di bagian 2. Digambarkan tentang suatu lintasan sepur, spoor, atau kereta api dimana setiap satu track/lintasan memiliki 3 state/status/kondisi, dalam hal ini :

  • Busy : Sibuk, artinya lintasan ini sedang dipergunakan oleh satu unit kereta api.
  • Claimed : Dipesan, artinya satu unit kereta (yang berada di track persis sebelumnya) telah berhasil memesan untuk mempergunakannya. Dalam state ini, tidak ada kereta yang berada diatas track ini.
  • Free: Bebas, artinya tidak ada kereta yang sedang berada diatas track ini, dan tidak ada pesanan untuk mempergunakan track ini.

Satu lintasan hanya bisa dipergunakan oleh satu kereta. Pada saat track atau bagian lintasan tersebut dilalui/didiami, status track dalam kondisi Busy. Untuk pindah ke bagian/lintasan berikutnya kereta harus memesan (claim) terlebih dahulu, dan hanya lintasan yang bebas (Free) yang bisa dipesan. Begitu kereta tersebut pindah ke track berikutnya (setelah di pesan) lintasan sebelumnya langsung melepas kondisi sibuk (Busy) menjadi Free (bebas/kosong).

Gambar dibawah ini menunjukkan model Petri Net untuk satu lintasan dengan 3 states.
3 states digambarkan dalam 3 Place (yang digambarkan dalam bulatan) dengan label b1 untuk state ”busy” di track 1, label c1 untuk state ”claimed” di track 1, dan label f1 yang menunjukkan state ”free” di lintasan 1. Token dalam gambar diatas berada di state busy, artinya lintasan satu sedang dipergunakan oleh satu unit kereta. Model sederhana ini juga menunjukkan 3 buah transisi yaitu: clear_track untuk berpindah dari state busy (b1) ke free (f1), claim_track untuk berpindah dari state free (f1) ke claim (c1), dan use_track untuk merubah state claim (c1) ke busy (b1).

Agar tidak bingung, dalam perpindahan dari state busy ke free, kereta seharusnya sudah memesan (claim) track berikunya, yang dalam model satu railnet ini belum digambarkan.

Untuk menggambarkan model dua lintasan, secara sederhana dapat dilakukan dengan menggabungkan dua model sebelumnya dengan penambahan satu input claim_track di lintasan 2 dari b1 dan penambahan satu output dari claim_track di lintasan 2 ke b1.

Penambahan input dan output ini memberi arti bahwa claim_track hanya bisa di enable jika dan hanya jika ada token di f2 dan b1. Jika memenuhi syarat tersebut dan transisi claim_track 2 tersebut di trigger/fire atau di eksekusi, token akan mengisi di place c2 dan satu token akan mengisi kembali di b1. Model ini menunjukkan bahwa lintasan hanya bisa di pesan jika lintasan tersebut bebas dan ada satu kereta di lintasan sebelumnya. Namun pemesanan track 2 yang merubah state dari f2 ke c2 tidak merubah state di track 1 yang tetap berada di b1. Dengan kata lain, kereta yang memesan track 2 masih tetap menduduki track 1.

Transisi clear_track 1 dan use_track 2 selanjutnya bergabung menjadi satu transisi dengan nama transfer. Pada saat transisi ini dieksekusi, dengan syarat ada token di c2 dan b1, states di track-1 langsung berubah menjadi bebas (dari output ke f1) dan state di track 2 menjadi busy (dari output ke b2).

Jika kita kaji states yang bisa dilalui yang diwakili oleh notasi (state1, state2), kemungkinan perpindahan states di dua track tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.


Dapat dilihat disini, bahwa pada saat perpindahan dari b2 ke f2, yang dapat ditunjukkan dalam transisi (b,b) ke (b,f), kereta yang sebelumnya berada di track 2 tidak menuju ke track 1 namun berada di satu lokasi diluar track1 dan track 2 yang bisa dibayangkan dalam suatu stasiun (langsir). Sedangkan kereta yang sebelumnya berada di track 1, setelah track2 dalam kondisi sudah di claim (b,c) maka akan pindah ke track 2 dengan perubahan state menjadi (f,b) dimana track 1 menjadi bebas.

Gambaran fisik lintasan tersebut diatas dapat ditunjukkan pada gambar dibawah ini dimana terdapat dua track/lintasan dan satu stasiun yang bisa menampung 2 kereta, dengan satu arah lintasan dari track 1 ke track 2 ke stasiun dan kembali ke track 1.

Berikut soal pekerjaan rumah yang harus dikumpul di pertemuan mendatang :

  1. Gambarkan model lintasan kereta dengan 4 track sirkular (tanpa ada stasiun) yang dilalui oleh dua unit kereta dalam kerangka Petri Net. Ingat bahwa satu track hanya dapat ditempati oleh satu kereta.
  2. Ada berapa state yang mungkin terjadi, gambarkan kemungkinan perpindahan states tersebut.

Selamat bekerja...

Saturday, November 03, 2007

November 2, 2007 Class at a Glance

Tuntas juga bahasan buku Burlton lewat dua kali pertemuan. Secara keseluruhan, dari sisi penyajian cukup memuaskan, yang menyiratkan peserta tidak sekedar membaca namun juga mengartikan dan mencoba memahami. Saduran dari bagian per bagian meski buat saya pribadi bukan hal yang mudah, terlebih buat siswa yang belum bergulat banyak di aspek menajemen kecuali sedikit teori, cukup baik. Hanya saja saya masih melihat bahasan masih berkutat di aspek wording dan hanya sedikit yang membahas gambaran atau picture yang banyak disajikan dalam buku Burlton.

Posting berikutnya kita akan coba mulai bahas bagian per bagian, minimal sekedar sharing dari tulisan yang sudah dibuat. Beberapa materi dari bahasan Burlton sebagian sudah pernah di posting di klasmaya, misalnya Buil to Flip, Konsep BPM, Strategi Manajemen dari posting untuk mata kuliah sebelumnya.

Monday, October 29, 2007

October 26, 2007 Class at a Glance

Akhirnya jadi juga klas tanpa harus bener-bener ngajar (he he he he….). Setelah beberapa kali tertunda, dan kemarin juga diawal-awal pertemuan hampir tertunda dengan alasan yang sama akibat persoalan disiplin masuk klas (Ulasan disiplin mungkin nggak akan dibahas sekarang disini). Saya cuman mau komentar satu kata ”Luar Biasa”. Bener-bener amazing, kebayang gak tuh hampir separuh dari buku tebelnya Burlton bisa dilalap dalam satu kali petemuan dengan bahasan yang cukup bagus (buktinya gak ada yang nanya karena gak ngerti).

Kalo dipikir-pikir model ini mungkin jauh lebih efektif, dibandingkan bahasan saya yang dalam waktu dua sks cuman ngebahas satu bab Burlton. Efektif karena saya melihat relatif semua terlibat minimal membaca bagian buku yang menjadi haknya untuk dipresentsaikan. Dari natural bukunya Burlton, memang jauh lebih efektif kalau siswa membaca langsung, merasakan langsung, dan men’sari’kannya untuk dibahas bersama.

Minggu depan kita lanjutkan bahasan Burlton tentunya dengan sajian yang bisa lebih menarik. Pembagian kerjaan membaca dan sharing melalui bahasan di depan kelas sebagian sudah, sharing materi juga sedang dipersiapkan sehingga diharapkan seluruh elemen SI-454 bisa mendapatkan gambaran yang komprehensif dari BPM nya Burlton.

Materi presentasi rencanya akan di share disini, saya mohon ijin dari pengulas/pembahas, hanya saja lebih bagus kalau sesuai urutan bab dalam buku, walhasil kita tunggu minggu depan untuk menuntaskan bagian yang belum ditampilkan.

Presentasi


Thursday, October 25, 2007

Perlunya Standard Bisnis Proses

Artikel ini dicuplik dari situsnya HBR (Harvard Business Review) dari tulisan aslinya dengan judul “The Coming Commoditization of Processes” oleh Thomas Davenport. Isinya terkait dengan kebutuhan standard bisnis proses terkait dengan komunikasi antar unit, antar perusahaan, maupun pola outsourcing. Meski demikian, standarisasi bisa mengarah pada komoditisasi proses yang akhirnya mudah ditiru kompetitor.


Throughout the history of business, most firms have built their own processes for almost everything that needed to be done. Whether the processes involved were critical to the organization's strategy or incidental to it, they were generally performed by people within the organization. Sometimes they were done well, sometimes they were done badly—but since a company had no way of determining how well an outside business might perform these processes, they were kept in-house.

Most companies have remained in do-it-yourself mode for most processes. Because of a scarcity of process standards, it would be risky to do otherwise. With the exception of IT system development, there is generally no clear basis by which companies can compare the capabilities provided by external organizations with those offered in-house, or to compare services among multiple outside providers. As a result, firms that choose to outsource their capabilities have to proceed on two criteria: faith that the external provider will do a good job and cost.

Three types of process standards
A business process is simply how an organization does its work—the set of activities it pursues to accomplish a particular objective for a particular customer, either internal or external. Processes may be large and cross-functional, such as order management, or relatively narrow, like order entry (which could be considered a process in itself or a sub-process of order management). The variability in how organizations define processes makes it more difficult to contract for and communicate about them across companies.

Firms seek to standardize processes for several important reasons. Within a company, standardization can facilitate communications about how the business operates, enable smooth handoffs across process boundaries, and make possible comparative measures of performance. Across companies, standard processes can make commerce easier for the same reasons—better communications, more efficient handoffs, and performance benchmarking.

Since information systems support processes, standardization allows uniform information systems within companies as well as standard systems interfaces among different firms. Standard processes also allow easier outsourcing of process capabilities.

In order to effectively outsource processes, organizations need a means of evaluating three things in addition to cost.

First is the external provider's set of activities and how they flow. Since companies have not reached consensus it remains ambiguous what services should be performed between buyers and providers. Therefore, organizations need a set of standards for process activities so that they can communicate easily and efficiently when discussing outsourced processes. These process activity and flow standards are beginning to emerge in a variety of businesses and industries.

A second set of needed process evaluation approaches are process performance standards. Once companies in a particular industry achieve consensus about which activities and flows constitute a given process, they can begin to measure their own processes and compare their results with those of external providers.

Finally, organizations need a set of process management standards that indicate how well their processes are managed and measured and whether they're on course for continuous improvement. Because this third type of process standard doesn't require consensus on process activities and flows, it is the easiest to create and the most widely available today. Process management standards are based on the assumption that good process management will eventually result in good process flows and performance.

If your organization provides process services, you may have mixed feelings about the development of process standards. Standards will lead to commoditization, more competitors, and lower prices for the services you offer. However, the move to process standards makes so much economic sense that it is probably inexorable—whether or not your company gets involved. It's better to help shape a standard than to be put out of business by it.

Wednesday, October 24, 2007

Tampilan baru Klasmaya

Weblog Klasmaya sedikit dirubah tampilannya, pertama agar tidak bosan, yang kedua terkait dengan pemanfaatkan fitur-fitur baru yang tersedia di blogspot.

Namun untuk memasang fasilitas dan fitur baru (yang saya sendiri belum explore) perlu dilakukan upgrade template, walhasil sekalian saja diubah tampilannya. Konsekuensinya beberapa fitur yang sebelumnya ditambahkan jadi hilang.

Ada komentar untuk tampilan ini?
Saya coba melirik situs weblog gratisan selain blogspot (myspace?) tapi rasanya sudah banyak konten yang diisi disini. Mungkin ada usulan untuk situs weblog yang lebih bagus dari blogspot. Tapi yang jelas saya perlu informasi untuk hosting file pdf untuk dishare, masalahnya kuota geocities sudah menipis, ada usulan?

Untuk percobaan, mohon vote di bagian survey, buat asyik-asyik saja.

Ciao....

Monday, October 22, 2007

October 19, 2007 Class at a Glance

Pertemuan minggu lalu paska libur ”cukup panjang” (soalnya bukan versi pegawai negeri yang sampai tanggal 21 Oktober), seharusnya sudah dibuka sessi presentasi (tugas) dari bahan buku Burlton, hanya saja dengan beberapa alasan, antara lain team-mate nya tidak lengkap, belum ada satu tim pun yang maju.

Akhirnya minggu lalu, dibahas contoh-contoh soal terkait dengan workflow petri net. Paska liburan mungkin lebih enak refreshing dengan contoh kasus, dari pada dijejali materi baru yang jangankan bisa diterima, materi sebelumnya pun mungkin masih separuh dipahami.

Dua contoh yang saya ambil dari exercise nya Aalst terkait dengan German Traffic Light dan Insurance Company. Materi pembahasan mungkin akan lebih bagus dishare setelah ditambahkan dengan beberapa kasus latihan yang lain.

Hari ini saya terima pemberitahuan melalui email bahwa batas akhir pengumpulan NilaiTengah Semester (NTS) Ganjil 2007/2008 adalah hari Jumat, tanggal 02 November. Karena kita nggak bikin UTS, dan pertemuan kita sebelum tenggat hanya tersisa 1 kali lagi, minggu depan, tidak boleh lagi excuse untuk delay 15 minutes presentation. Otherwise, mungkin ada sessi quiz sebagai pengganti sekaligus bahan NTS.

So be there and be ready.

Artikel BPM dari Paul Allen

Artikel ini saya temukan di Internet (lupa dari situs apa) yang cukup relevan dengan SI-454.

IT organizations continue to find themselves under increased reassures to do more with less. In many cases, the development and integration efforts of the 1990s were designed to heighten organizational efficiency by automating departmental functions. Nowadays, with the Internet, e-mail, and the Web, companies can collaborate and share information far more easily than they could just a decade ago.

These developments have been paralleled by an expanded role for businesspeople in IT. Business users increasingly perform tasks that were previously only for the technically initiated. Business executives who were once scared of spreadsheets now use them for planning. E-mail has become ubiquitous. The Web is being used by businesspeople to boost knowledge, watch what competitors are doing, and check for stock information. The result is that the profile of IT looms large on a business agenda that demands heightened organizational efficiency in what are currently difficult economic times. And from an IT viewpoint, increased productivity -- especially in a slowdown -- depends on linking distributed systems together. It is against this background that business process management (BPM) is gaining momentum, receiving serious attention from many vendors, and appearing on the radar screens of senior end-user management.

Of course, there are those in our industry that take a slightly cynical view that BPM is simply the cosmetic re-branding of previous generations of workflow software. The efforts of the IT to reinvent different waves of technology that BPM is a lot more than a re-branding exercise.

Two trends are coming together that are creating enormous opportunities and challenges for the management of business processes across organizational boundaries. The first is a business trend toward the truly networked business that crosses organizational boundaries in an ever more adaptive fashion. The other is an IT trend that concerns development of enabling technology that has grown naturally out of distributed computingand component-based development. This mainly involves Web service protocols, description and discovery mechanisms, BPM languages, and standards. Each trend fuels the other: business pressure to realize the full potential of the Internet. Conversely, as the technology "opens up," business is awakened to increasingly imaginative ventures involving hitherto undreamt-of partnerships.

BPM sits at the confluence of these two trends and as such needs to be taken seriously. It must be understood in both IT and business terms. The business element involves developing an ability to explore, understand, and define cross-enterprise business processes. This, in turn, raises the bar for business process modeling and design techniques that are still largely wedded to the concept of an organization as a production line. That world is changing at a rapid pace. Today's unremitting technological innovation and change is mirrored by unpredictable and discontinuous changes in the marketplace. Businesses are responding by becoming more adaptive. The only strategy that makes sense is to become adaptive -- to sense early and respond quickly to abrupt changes in individual customer needs. Agility is needed both in rapid adoption of new technologies and in timely response to business change.

The IT element in actually making cross-enterprise business process automation happen rests partly in the ability to describe the contractual aspects of business protocols in a standard form that can be consumed by tools for process implementation and monitoring. At the same time, tools must provide much more innovative techniques that bring diagrams to life in a way that maximizes the involvement of businesspeople at the business process modeling and design level.

Thursday, October 11, 2007

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1428 H




October 5, 2007 Class at a Glance

Pertemuan minggu pertama Oktober kembali dibahas materi dari Bab-3 Aalst, yang sekarang sudah bisa di download termasuk materi handout kelima.

Materi pembahasan mencakup konsep maupun aspek pengelolaan sumber daya (resources). Aalst menyebutkan klasifikasi sumber daya dari aspek fungsional dan aspek organisasi. Prinsip alokasi sumber daya juga dibahas dalam materi tersebut antara lain menyebutkan tentang penerapan prinsip antrian. Alokasi work item dari sumber daya menyebutkan pula terminology Push Driven, Pull Driven atau Campuran keduanya.

Meski sekilas, aspek indikator kinerja (internal dan external) juga dibicarakan yang selanjutnya akan lebih banyak dibahas pada bagian Analisa Workflow. Terakhir materi pembahasan dari bab-3 nya Aalst mengulas aspek petunjuk perancangan workflow.

Minggu kedua Oktober dijadwalkan untuk libur bersama, sayangnya minggu ke tiga sudah harus masuk. Karena saya masih status cuti bersama, jadwal tanggal 19 Oktober untuk sementara masih seperti bulan puasa, dengan kata lain mulai jam 16:00 – 18:00. Kuliah berikutnya kita kembali ke jadwal semula di 17:00 – 19:00.

Jangan lupa tugas resume and present sudah bisa disampaikan mulai tanggal 19 Oktober mendatang. Selamat ber libur panjang ... buat yang merayakan hari Raya Lebaran selamat makan ketupat, Minal Aidin wal Faidzin.

Wednesday, October 10, 2007

A Closer Look at Business Processes

Dicuplik dari artikel dengan judul An Introduction to BPM, September 2003, Ultimus

What is a Business Process
“A sequence of structured or semi-structured tasks performed in series or in parallel by two or more individuals to reach a common goal.”

The five essential points in this definition are:

  1. A business process consists of a “sequence” of tasks. One task alone performed by one person is not a business process.
  2. A business process is “structured or semi-structured.” This means that there is some logic or rules that dictate the sequence in which the tasks are performed. They are not performed on an ad hoc basis.
  3. The tasks can be performed in “series or in parallel”.
  4. There must be at least “two or more” individuals or applications involved as players performing different tasks in workflow.
  5. The sequence of tasks must have the purpose of reaching a common goal or outcome.

The Benefits of BPM
BPM offers numerous tangible and intangible benefits to organizations:

  • Improving the Speed of Business
  • Increased Customer Satisfaction
  • Process Integrity and Accountability
  • Process Optimization and Elimination of Unnecessary Tasks
  • Include Customers and Partners in Business Processes
  • Organizational Agility

Buat yang pingin lihat dokumen lengkapnya bisa di download di SINI

Monday, October 08, 2007

Cek Kebugaran lewat HP

Artikel ini saya sadur dari Associated Press, 6 Oktober 2007 dengan judul New Prototype Phone Gives Fitness Check ditulis oleh HIROKO TABUCHI. Aspek Inovasi yang terkait dengan materi kuliah Pengembangan Produk Telematika.


It can take your pulse, check your body fat, time your jogs and tell you if you have bad breath. It even assesses stress levels and inspires you with a pep talk. Meet your new personal trainer: your cell phone.

The prototype Wellness mobile phone from Japan's NTT DoCoMo Inc. targets users with busy lives who want a hassle-free way of keeping track of their health.

The phone, unveiled this week at the CEATEC electronics show outside Tokyo, has an inbuilt motion sensor that detects body movement and calculates how many calories you burn. The sensor can tell whether you're walking, running, climbing stairs, or resting, and counts the calories accordingly to tally daily totals. Hold the phone with outstretched arms, and it turns into a mini body fat calculator. A sensor at the top of the phone takes your pulse from your fingertip.

Worried about bad breath? Use the phone's breathalyzer. After blew on a tiny hole on the side of the handset for about three seconds, the screen flashed, "Not too bad."

The Wellness phone, developed by NTT DoCoMo and Mitsubishi Electric Corp., also asks questions to assesses stress levels and offers advice. When the busy spokesman answered "Yes" to a series of questions - including "Do you feel lethargic?" and "Do you go to bed after midnight?" - a message appeared on the screen warning he was under a lot of stress. "Don't worry, tomorrow's a fresh new day," the phone then flashed. "Keep your chin up!"

NTT DoCoMo is still testing some of the phone's other technology, including a function to keep track of meals and calculate calorific intake, as well as a networking capacity to let users share data. Japan has some of the world's most advanced cell phones, enabling users to surf the Web, check in at airports and play motion games. DoCoMo has not set a release date or price for the Wellness phone. The Tokyo-based company's phones are not sold overseas.

Tuesday, October 02, 2007

September 28, 2007 Class at a Glance

Pertemuan minggu lalu sebenarnya direncanakan untuk membahas bab-1 dari bukunya Burlton tentang Business Driver untuk berubah. Tapi sebelumnya sedikit diulas tentang materi dari Aalst untuk Travel Agent khususnya menyangkut enacment atau trigger. Statement “OR-join tasks should be avoided as much as possible” sempet terpengaruh untuk proses change saja, padahal yang dimaksud dihindari adalah pemakaian OR-Join untuk c2 yang bisa saja dipasang, namun sebaiknya dihindari (itu menurut bukunya Aalst). Buat lebih jelas, bisa dicek dibagian Aalst ke dua yang sudah di upload di klasmaya in.

Pembahasan Business Driver, terkait dengan 4 penggerak utama perubahan bisnis (kompetisi, perusahaan yang tumbuh semakin kompleks dan global, meningkatnya peran stakeholder luar, dan e-business). Perubahan bisnis untuk perbaikan di masing-masing penggerak tadi dibahas melalui pemodelan RoI.

Sebelum klasklar, ada informasi tugas paska lebaran membuat resume dan presentasi yang dibagi menjadi 7 kelompok, sebagai berikut:

Bab 2 : Debut Medio Okta Mustari; Mariany Elisa
Bab 3 : Adri P Manik Sihotang; Budiyanto
Bab 5 : Lim Chen Chen; Robet Alfonsin Lontoh; Sugiri; Petrus C Hidayat
Bab 6-7 : Vera Yanthi Samosir; Rudianto Tampubolon;
Bab 9-10 : Pargom Gom; Santi Junita Dewi
Bab 11-13 : Ihsan Cases Raharjo; Edgar Yangky Depthios; David H Sinaga
Bab 14-16 : Denny Kusuma; Putra Edlin Alamjaya; Nehemia K Suherman

Handout ke empat sudah bisa di download disini.

Saturday, September 22, 2007

September 21, 2007 Class at a Glance

Pertemuan keempat masih melanjutkan bahasan bab-2 dari buku referensi Aalst. Diawali dengan quiz menyempurnakan proses claim handling dengan menggunakan transisi (kotak) dan place (bulat) ”a’la” petri net. Statement a’la ini mungkin perlu diperjelas, karena sempat membingungkan pemirsa akibat pada saat melanjutkan pembahasan mapping proses ke Petri Net a bit confuse tentang mana yang transisi terkait dengan mana yang aktif digabung dengan artificial task management untuk AND/OR SPLIT/JOIN.

Pembahasan mapping juga menyebutkan metode notasi yang ditawarkan pak Aalst, termasuk satu model yang cukup complicated AND/OR-SPLIT karena merupakan gabungan AND SPLIT dan OR SPLIT (pernyataan ini juga cukup membingungkan apalagi kalau ga baca buku aslinya). Yang saya belum lihat gimana notasi buat AND/OR-JOIN ada yang mau coba usulkan?

Sesuai janji posting sebelumnya, hand out ketiga yang sudah dibahas minggu lalu dan sebelumnya sudah bisa di download. Tapi bukan berarti hand out ini bikin pemirsa nggak perlu lagi baca bagian dari buku Aalst nya yang asli.

Saya lupa ngasih home-work [atau kost’an-work] buat minggu depan, tapi kalau ada yang mau kirim notasi dan logic work buat AND/OR-JOIN bisa buat nambah-nambah nilai.

Perbedaan Workflow dan BPM

Tulisan ini dicuplik dari salah satu kumpulan artikel lama yang pernah disimpan dari situs majalah Transform (transformmag.com) yang dirilis pada bulan Desember tahun 2003. Menurut artikel tersebut, secara umum Workflow lebih mengarah pada urutan aktivitas yang didefinisikan dalam sekumpulan instruksi pada suatu aplikasi tertentu. Sementara BPM berkenaan dengan eksekusi dan pengelolaan proses yang secara mandiri didefinisikan oleh suatu aplikasi. Dalam atikel tersebut pakar Delphi menyebutkan perbedaan itu sebagaimana ditulis dibawah ini.

Nathaniel Palmer, Vice President & Chief Analyst, Delphi Group, Boston

While often treated synonymously, BPM and workflow are, in fact, two distinct and separate entities whose differences are more than academic.

Workflow is concerned with the application-specific sequencing of activities via predefined instruction sets, involving either or both automated procedures (software-based) and manual activities (people work).

BPM is concerned with the definition, execution and management of business processes defined independently of any single application. BPM is a superset of workflow, further differentiated by the ability to coordinate activities across multiple applications with fine grain control.

Integration between workflow systems and externalities are comparatively limited, often only allowing the retrieval of documents or data variables, and only as a pass-through with no awareness of content.

BPM systems allow both the capture and introspection of external documents and data, presenting a closed-loop process for validating the integrity of transactions, data and content, as well as the initiation of compensating activities when necessary. BPM processes separate execution instructions from process flows; thus, routing can be tied to process outcomes and milestones. As workflow processes are tied to single applications, process flow is hardwired and does accommodate alternative means for reaching the same task or goal.

Distilled into single-word definitions, workflow is about repetition and BPM is about coordination (also automation and orchestration, respectively).

Thursday, September 20, 2007

September 14, 2007 Class at a Glance

Pertemuan ketiga minggu lalu, fokus membahas bab-2 dari buku referensi Aalst, lagi-lagi pemirsa belum semuanya bisa akses (download) bagian dari e-book tersebut di klasmaya.

Konten pembahasan mulai fokus di frame work formal Petri Net, dari versi traditional maupun extended nya. Beberapa terminologi didefinisikan ulang dengan lebih spesifik.

Untuk pembahasan materi dari referensi Burlton, saya berencana untuk mendistribusikan tugas untuk dibahas (kalau bukan dipresentasikan) ke beberapa kelompok. Moga-moga pada pertemuan berikutnya kita bisa tetapkan alokasi tugasnya.

Hand out minggu lalu karena bab-2 belum tuntas dibahas, kemungkinan akan menyusul di share. Minggu depan kemungkinan akan kita lanjutkan dengan sisa di bab-2 yang belum selesai dibahas.

Minggu lalu kita sempat membahas tentang “Business Model”. Ada contoh yang cukup menarik dari kasus Akamai dan Inktomi yang pernah di posting di Klasmaya bulan September 2006. Mungkin bisa dibaca-baca siapa tahu sempet dibahas di pertemuan mendatang.

Kuliah terkait Process

Video clip dengan judul asli Accelerating Innovation: People, Process, & Technology dari Jack Shaw (http://www.e-com.com/) ini cukup terkait dengan bahasan BPM. Disampaikan pada saat beliau menjadi keynote speaker untuk forum SAP di Sao Paulo Brazil di bulan Maret 2006.

Cukup menarik buat dianggap kuliah jarak jauh.

Monday, September 10, 2007

September 7, 2007 Class at a Glance

Pertemuan kedua di minggu lalu, fokus membahas bab-1 dari buku referensi Workflow Management dari Aalst. Sayangnya pemirsa belum bisa akses (download) bagian dari e-book Aalst di klasmaya.

Konten pembahasan mengulas tentang BPM, BPR, WFM, serta Petri Net sebagai acuan framework yang digunakan Aalst, termasuk terminologi Case, Process, Task serta mekanisme struktur proses (sequence, selection, synchronization, dan iteration). Sessi minggu lalu juga membahas case bisnis proses perusahaan asuransi sebagai quiz, kategori proses dan hubungan antar proses.

Hand-out sessi ke dua dan bahan minggu depan dari bukunya Aalst bab -2 bisa di akses disini.

Selama bulan puasa kita sepakat untuk menggeser kelas satu jam lebih awal. Tadinya khusus minggu ini (saja), saya berencana menggeser juga ke hari Kamis, namun informasi dari BAAK jadwal tersebut bentrok dengan mata kuliah lain. Jadi minggu ini, kita mulai jam 16:00 di hari Jum’at.

Sarbanes-Oxley Compliance

Minggu pertama saya sempat membahas driver pengelolaan bisnis proses di banyak perusahaan, salah satunya SOX. Artikel ini saya temukan yang cukup menjelaskan keterkaitan issue ini dengan materi SI454.

Enron and WorldCom, at one time these companies dominated their respective industries. Lately, however, they are known more for accounting scandals than for the products and services that they produced.

As a result of this malfeasance, the federal government decided to step in and try to restore investor confidence while protecting the general public from further corporate mismanagement. Spearheaded by the co-chairs of the House-Senate conference committee on corporate accounting reform, Senator Paul Sarbanes and Representative Michael Oxley, the Public Company Accounting Reform and Investor Protection Act was signed into law by President George W. Bush in July 2003. The act is better known as Sarbanes-Oxley, or by the acronym SOX.

The Sarbanes-Oxley Act emphasizes accountability for corporate officers, requires independent boards of directors for public companies, and mandates a wide-sweeping accounting framework for all public companies doing business in the United States. This includes requiring disclosures on internal controls, ethics codes and the makeup of their annual reporting audit committees. In addition, all wholly-owned subsidiaries and all publicly traded non-US based companies face Sarbanes-Oxley compliance. Finally, private companies that are preparing for their Initial Public Offering (IPO) must also comply with certain SOX provisions.

Public companies with a market capitalization of $75 million or more were required to be in compliance with Section 404 for the fiscal year ending on, or after, June 15, 2004. Smaller companies had to be incompliance for the fiscal year ending on, or after, April 15, 2005.

Business processes form the foundation for all organizations, and as such, are impacted by Sarbanes-Oxley compliance requirements. Solid business processes allow an organization to maximize profitability by providing employees with streamlined and efficient processes that allow them to excel in their jobs. This is especially true in organizations that have not kept up with the Joneses and scrapped their manual processes for more efficient electronic ones.

Sarbanes-Oxley compliance forces all organizations to review their business processes and ensure that they meet the compliance standards set forth in the Act. This can include, but is not limited to, data acquisition and archival, document management, data security, financial accounting practices, and shareholder reporting functions.

As you can see, nearly all business processes in the organization are touched when determining Sarbanes-Oxley compliance. This can be a good thing, however. By reviewing the organization’s business processes, you can not only ensure Sarbanes-Oxley compliance, but you can also improve these processes to increase efficiency and maximize profitability.

Although reviewing all of these processes may seem overwhelming, the end result will prove worth the effort.

Thursday, September 06, 2007

August 31, 2007 Class at a Glance

Pertemuan pertama minggu lalu, dibahas sekilas tentang lingkup materi SI454 selain introduksi. Topik yang bisa dilihat dari SAP yang sudah dibagikan, sayangnya baru diketahui setelah pemilihan subjek materi. Moga-moga saja sesuai yang diharapkan.

Konten, selain yang tersurat dalam reference book, juga akan diperkaya dengan konten praktikal yang muncul dilapangan, selaras dengan diskusi pendek minggu lalu yang cenderung menyiratkan ekspektasi yang menjurus ke aspek manajerial. Meski demikian, beberapa materi yang berbau matematis dan nalar, meski tidak programming murni bisa muncul pada pembahasan kedepan.

Sebagai sessi perdana, berikut disampaikan sharing hand-out pertama yang dibahas minggu lalu.
Untuk bahan minggu depan, saya cuplik dari bukunya Aalst bab -1 yang bisa dibaca sebelum kelas offline. Bocoran minggu depan, kemungkinan saya harus berada di Bogor, tapi saya upayakan untuk sampai di Bandung Jum’at sore, semoga.

Welcome aboard SI454

Selamat datang ..... khususnya bagi pemirsa SI454.

Mungkin sekira 7 bulan webblog ini tidak ter’update untuk urusan komunikasi virtual kelas. Submit terakhir awal bulan lalu, sebenarnya mencoba untuk memaksakan menulis, meski beberapa hanya sebatas cuplikan yang buat saya cukup menarik. Akhir tahun lalu, menjadi posting terakhir Class at Glance, bagian yang membahas secara sekilas klas offline untuk pengingat pemirsa ataupun sekedar info bagi yang tidak bisa hadir.

Sessi ini, selama satu semester, kita akan bahas Pengelolaan Bisnis Proses, sebuah materi yang cukup menarik, meski ulasannya sudah lumayan kadaluarsa, namun konsep dan implementasinya bukan persoalan yang mudah untuk di ”jabanin”. Ada banyak persepsi, konsep, dan pendekatan yang meskipun diatas kertas masuk nalar tapi implementasinya perlu sentuhan manajerial dan pendekatan kepegawaian selain aspek struktural dan keilmuan.

Seperti biasa untuk formal reference, saya akan mengacu pada arahan institusi. Alhamdulillah dua dari tiga buku sudah saya dapatkankan dengan format digital, sehingga bisa saya share e-book nya di media ini. Hanya untuk acuan Burlton, mohon untuk pemirsa mendapatkannya di toko buku atau toko sejenis yang menjual buku tersebut. Syukur-syukur kalo ada yang punya e-booknya untuk di pakai bersama..



Seperti yang sudah-sudah, klasmaya diharapkan bisa dipergunakan juga sebagai ”two way communication”. Meski sebatas komentar, atau cetusan ide dan opini yang bisa di submit dalam media ini. Beberapa clue, reminder, atau bocoran untuk klas offline berikutnya bisa muncul di klasmaya (boleh jadi soal ujian.....). So stay tune, don’t miss any single posting or even words from here ….

Friday, August 03, 2007

Built to Last

Submit kali ini saya cuman cuplik dari tulisannya JIM COLLINS dari majalah FastCompany dengan judul "Built to Flip". Tulisan beliau sebenarnya membahas buku yang ditulisnya sekira 13 tahun lalu dengan judul "Built to Last" (B2L) yang sekarang cenderung berubah menjadi "Built to Flip" (B2F) tadi. Nnaah apa itu B2L dan B2F bisa disimak disini.


“Built to Last” appeared in 1994, and became both widely read and highly influential.

“Built to Last” gave people three perspectives that they desperately craved.
First, it said, “Yes, there are some timeless fundamentals. They apply today, and we need them now more than ever.”
Second, the book affirmed that the essence of greatness does not lie in cost cutting, restructuring, or the pure profit motive. It lies in people’s dedication to building companies around a sense of purpose — around core values that infuse work with the kind of meaning that goes beyond just making money.
Third, the book tapped into powerful, albeit latent, human emotions: Readers were inspired by the notion of building something bigger and more lasting than themselves. In quiet moments, we all wonder what our lives will amount to, what we’re going to leave behind when we die. “Built to Last” pointed people toward a path that they could follow if they wanted to leave behind a legacy.

There is one other reason why “Built to Last” struck a chord, and it is the most important reason of all: The book spoke not only of success but also of greatness. Despite its title, “Built to Last” was not about building something that would simply last. It was about building something worthy of lasting — about building a company of such intrinsic excellence that the world would lose something important if that organization ceased to exist.

Implicit on every page of “Built to Last” was a simple question: Why on Earth would you settle for creating something mediocre that does little more than make money, when you could create something outstanding that makes a lasting contribution as well? And the clincher, of course, lay in evidence showing that those who opt to make a lasting contribution also make more money in the end.

That was the state of play in 1994, when the book hit the market market and captured the public’s imagination. Then, on August 9, 1995, Netscape Communications went public and captured the market’s imagination. Netscape stock more than doubled in price within less than 24 hours. This was the first of a wave of Internet-related IPOs that saw the value of shares double, triple, quadruple — or increase by an even greater margin — during the first days of trading. The gold rush had begun. The Netscape IPO was followed by IPOs for such high-profile enterprises as eBay, E*Trade, and priceline.com. Companies with no significant products, profits, or prospects scrambled to position themselves in the “Internet space.” The point of this new game was impermanence: Startups flip their stock to underwriters, who flip the stock to individual buyers, who flip the stock to other individual buyers — with everyone looking for a quick, huge financial gain.

In some cases, the results were mind-boggling. When the financial Web site MarketWatch.com went public, on January 15, 1999 ( with a quarterly net profit margin of -168% ), its basket of public shares flipped over not once, not twice, but three times within the first 24 hours, driving the opening-day price up nearly 475%. The flipping continued to escalate, creating a slew of stunning debuts: From November 1998 to November 1999, 10 companies had first-day price increases that exceeded 300%, despite minimal or no profitability. As Anthony B. Perkins and Michael C. Perkins calculate in their superb book, “The Internet Bubble” ( HarperBusiness, 1999 ), less than 20% of the top 133 “flip” IPOs showed any profits as of mid-1999. In fact, their current market valuations would be justified only if revenues for the entire portfolio of companies grew by 80% per year for the next five years — a rate considerably faster than that achieved by either Microsoft or Dell within the first five years of their IPOs.

Fueling the built-to-flip model has been a nearly unprecedented rise in venture-capital investment: From a steady state of about $6 billion per year for the 10-year period from the mid-1980s to the mid-1990s, venture-capital investment exploded, reaching more than $17 billion in 1998. Simultaneously, a flight of angel investors began looking for a piece of the next big flip. As my former student found out, if you have a flappable idea, you won’t have much trouble finding capital. It doesn’t matter whether the idea is a good one — whether the idea can be built into a profitable business, or a sustainable organization, or indeed a great company. All that matters is that the idea be flippable: Get in, get out, and get on to the next idea before the bubble bursts.

Built to Flip. An intriguing idea: No need to build a company, much less one with enduring value. Today, it’s enough to pull together a good story, to implement the rough draft of an idea, and — presto! — instant wealth. No need to bother with the time-honored method of most self-made millionaires: to create substantial value by working diligently over an extended period. In the built-to-flip world, the notion of investing persistent effort in order to build a great company seems, well, quaint, unnecessary — even stupid.

Wednesday, June 27, 2007

Apple bukan (hanya) Komputer

Dulu saat bicara brand Apple Computer, orang akan membayangkan Macintosh, Mac, atau seperangkat computer bermerek mahal dan umumnya di Indonesia dipergunakan spesifik untuk design atau multimedia. Perusahaan Apple dengan logo buah apel yang sebagian sudah digigit ini memang pembuat komputer lengkap dengan OS nya. Berbeda dengan PC yang didominasi oleh OS Windows meski pabrikannya beragam mulai dari merek global sampai merek jangkrik.

Saat ini, image brand Apple Computer agaknya mulai sedikit berubah, orang sudah mulai membayangkan iPod selain perangkat komputer. Apalagi sejak perusahaan tersebut mengumumkan perubahan nama menjadi Apple (tanpa Computer) saat peluncuran iPhone (gadget gabungan HP dengan iPod) dan Apple TV (piranti yang menyalurkan konten video hasil download dari iTunes ke layar TV).

Keberhasilan iPod mungkin menjadi salah satu pemicu perubahan nama yang sudah tentu merubah arah pengembangan produk dan layanannya. Laporan tahun lalu menyebutkan penjualan iPod dan bisnis iTunes saja merepresentasikan $4 billion dari total pendapatan $7,1 billion, sementara penjualan Apple Mac hanya berkontribusi $2,4 billion. Artinya lebih dari separuh revenue perusahan disumbang oleh piranti iPod yang terjual sebanyak 21 juta unit.

Namun perubahan nama tersebut juga menunjukkan semakin kecilnya pangsa pasar perusahaan tersebut di industri pabrikan PC. Dengan kecenderungan pasar PC yang menjadi komoditi, beberapa perusahaan juga sudah mulai gulung tikar atau di akuisisi perusahaan lain, contoh kasus IBM Lenovo, atau Dell sebelum pemiliknya kembali mengelola langsung. Kasarnya Apple juga mulai mundur di pasar PC tersebut.

Apapun alasannya, pencanangan nama baru ini menunjukkan pergeseran fokus pasar kearah konsumer elektronik yang berhadapan dengan kompetitor raksasa seperti Sony, Microsoft dengan Zune dan Xbox, termasuk beberapa perusahan hape seperti Nokia atau Motorolla dengan masuknya iPhone ke pasar telekomunikasi.

Lalu bisakah Apple berjaya?. Sebagian pasar sudah ditangan (digital music player), namun sebagian produk lain harus berhadapan dengan pemain lama dengan kapabilitasnya. Kira-kira apa keunggulan kompetitif untuk bisa bersaing, minimal bertahan. Selanjutnya apa strategi yang harus dimainkan. Kita lihat saja, atau ada yang punya gambaran ?

Tuesday, June 05, 2007

EPIC 2015

Salah satu artikel majalah tentang Google yang pernah saya baca menyebutkan “EPIC 2014”. Sebuah film animasi (flash) ber durasi 8 menit yang dibuat Robin Sloan dan Matt Thompson di sekitar bulan November 2004. Clip ini membahas tentang cerita fiksi tahun 2014 yang diawali dengan sejarah internet yang mempengaruhi media berita dan perkembangan berita secara online.

Video yang saya embedded dari (lagi-lagi) YouTube ini versi update dengan judul EPIC 2015 (rolling 1 tahunan) yang di release pada bulan Januari 2005 dengan tambahan bahasan tentang peran podcasting, GPS dan layanan peta web seperti Google Maps. Saya belum tahu, untuk tahun 2007 ini apa sudah ada revisi EPIC 2017.



Berikut ini cuplikan transcript dari versi original yang mulai mengulas fiksi masa depan (dibayangkan 3 tahun lalu). Di bagian akhir mulai digambarkan EPIC

2004 would be remembered as the year that everything began.
Reason Magazine sends subscribers an issue with a satellite photo of their houses on the cover and information custom-tailored to each subscriber inside. Sony and Philips unveil the world’s first mass-produced electronic paper. Google unveils GMail, with a gigabyte of free space for every user. Microsoft unveils Newsbot, a social news filter. Amazon unveils A9, a search engine built on Google’s technology that also incorporates Amazon’s trademark recommendations. And then, Google goes public. Awash in new capital, the company makes a major acquisition. Google buys TiVo.

2005 – In response to Google’s recent moves, Microsoft buys Friendster.

2006 – Google combines all of its services - TiVo, Blogger, GMail, GoogleNews and all of its searches into the Google Grid, a universal platform that provides a functionally limitless amount of storage space and bandwidth to store and share media of all kinds. Always online, accessible from anywhere. Each user selects her own level of privacy. She can store her content securely on the Google Grid, or publish it for all to see. It has never been easier for anyone, everyone to create as well as consume media.

2007 – Microsoft responds to Google’s mounting challenge with Newsbotster, a social news network and participatory journalism platform. Newsbotster ranks and sorts news, based on what each user’s friends and colleagues are reading and viewing and it allows everyone to comment on what they see.
Sony’s ePaper is cheaper than real paper this year. It’s the medium of choice for Newsbotster.


Sampai periode ini seharusnya kita bisa koreksi dari kondisi yang benar-benar terjadi… tapi teu gampang juga, ada komentar ?

2008 sees the alliance that will challenge Microsoft’s ambitions. Google and Amazon join forces to form Googlezon. Google supplies the Google Grid and unparalled search technology. Amazon supplies the social recommendation engine and its huge commercial infrastructure. Together, they use their detailed knowledge of every user’s social network, demographics, consumption habits and interests to provide total customization of content - and advertising.

The News Wars of 2010 are notable for the fact that no actual news organizations take part.
Googlezon finally checkmates Microsoft with features the software giant cannot match. Using a new algorithm, Googlezon’s computers construct news stories dynamically, stripping sentences and facts from all content sources and recombining them. The computer writes a news story for every user.

In 2011, the slumbering Fourth Estate awakes to make its first and final stand. The New York Times Company sues Googlezon, claiming that the company’s fact-stripping robots are a violation of copyright law. The case goes all the way to the Supreme Court, which on August 4, 2011 decides in favour of Googlezon.

On Sunday, March 9 2014, Googlezon unleashes EPIC.


Bagian ini mulai membahas konsepsi EPIC.

Welcome to our world.

The ‘Evolving Personalized Information Construct’ is the system by which our sprawling, chaotic mediascape is filtered, ordered and delivered. Everyone contributes now – from blog entries, to phone-cam images, to video reports, to full investigations. Many people get paid too – a tiny cut of Googlezon’s immense advertising revenue, proportional to the popularity of their contributions.

EPIC produces a custom contents package for each user, using his choices, his consumption habits, his interests, his demographics, his social network – to shape the product.

A new generation of freelance editors has sprung up, people who sell their ability to connect, filter and prioritize the contents of EPIC.

We all subscribe to many Editors; EPIC allows us to mix and match their choices however we like. At its best, edited for the savviest readers, EPIC is a summary of the world – deeper, broader and more nuanced than anything ever available before.

Wednesday, May 30, 2007

Apa Hubungan Singtel dengan Buy Back Indosat

Berita di situs Telegeography mengingatkan saya akan ribut-ribut di parlemen tentang usulan Buy Back Indosat di awal tahun (sekitar bulan Januari 2007) dari pemegang saham Singapura (Temasek Holdings). Usulan buy back buat saya rada bingung juga, mau apalagi, dulu kita bersikukuh industri telekomunikasi perlu di buka untuk investasi dari luar dengan maksud meningkatkan densitas dan penetrasi telepon. Walhasil Indosat, sebagai salah satu pemain, khususnya di bisnis sambungan langsung dan satelit, jadi korban untuk di jual ke Singapura. Meski sebelumnya ada proposal untuk di merger dengan Telkom, namun pemerintah lebih memilih pola duopoly sebelum masuk benar-benar ke pasar terbuka.

Ribut buy back, berbeda dengan corporate action Telkom untuk membeli kembali saham di pasar (atau mungkin ini government action to create issues for leveraging market). Bedanya yang diuntungkan yaa pemilik sahamnya sekarang. Toh kita juga tidak bisa memaksa investor untuk jual kembali, apalagi jual murah, terlebih lagi maksa diambil alih, emang jaman revolusi.

Issue yang dilontarkan parlemen kita, juga beberapa pejabat, termasuk serikat pekerja terkait dengan dugaan monopoli dari Singapura sebagai pemegang saham Indosat dan Telkomsel. Sementara kepemilikan anak perusahaan Telkom dan Indosat di pisah (cross ownership) dalam rangka duopoly, Singapura dengan santainya, secara tidak langsung memiliki saham di dua perusahaan tersebut melalui Indosat dan Telkomsel. Serikat pekerja juga menuduh harga seluler Indosat yang cukup tinggi dibanding Telkomsel disengaja Temasek untuk menggenjot Telkomsel.

Ide Buy back menjadi ribut setelah Temasek terkesan jual mahal dan seakan-akan bikin gemes DPR, meskipun dalam bisnis hal ini wajar-wajar saja bahkan benar dalam artian investasi. Kesannya parlemen kita cukup nasionalis, dalam rangka mengembalikan asset negara. Tapi mungkinkah ada semacam scenario, yang sengaja di hembuskan Singapura untuk menjual Indosat. Bener-bener menjual terkait dengan kinerja Indosat yang boleh jadi tidak terlalu memuaskan Singapura, atau strategi focus di Telkomsel, atau masih banyak persoalan di Indosat terkait dengan hutang sebelumnya. Kalau toh Singapura dianggap monopoli lah kenapa nggak dari dulu-dulu diributin sebelum di jual.

Saya cuman khawatir, jangan-jangan ada yang diuntungkan (secara pribadi) seandainya transaksi buy back itu terjadi. Buat Singapura juga untung dapat harga bagus, minimal sebanding lah dengan investasi yang sudah dikucurkan termasuk pembelian modal Capex dan ini itu, sementara boleh jadi “penggagas” (padahal di setir) transaksi ini juga kecipratan. Toh Negara lagi-lagi nggak akan komplain, apalagi atas nama pengembaliasn asset Negara, sehingga selain duit masuk reputasi pahlawan juga dapet. Moga-moga cuman mimpi buruk saja.

Friday, May 25, 2007

SingTel reports 124 million regional customers

www.telegeography.com Tuesday, 8 May 2007

Singapore Telecommunications (SingTel) says its had more than 124 million regional mobile subscribers in Asia-Pacific at the end of March 2007, up 46%, or 39 million, year-on-year. Much of the growth was attributed to regional associates such as Bharti in India and Telkomsel Indonesia which posted the strongest subscriber growth rates. Bharti ended March with 37 million customers, thanks to the addition of 5.2 million net new mobile subscribers in the quarter, while Telkomsel added 3.3 million net new users in Q1 to lift its total to 38.9 million customers. Elsewhere, SingTel Optus added 60,000 customers, boosting it base to 6.74 million (including 445,000 3G subscribers), while in its home market SingTel added 56,000 subscribers in the quarter, to end March with 1.82 million users. SingTel also reported a tripling in the number of people subscribing to its 3G service by 1 April, to 466,000.

SingTel profits drop 41% in Q1, revenues up

www.telegeography.com Wednesday, 9 May 2007

Singapore Telecommunications (SingTel) reported a 2% rise in operating revenue to SGD3.33 billion (USD2.19 billion) for the three months to 31 March 2007, but said that net profit slumped 41.2% to SGD989 million, largely the result of lower earnings from its operations in Indonesia and the absence of a one-time gain. For the full year, revenues increased marginally by 0.1% to SGD13.15 billion, and net profits were down 9.2% at SGD3.78 billion.

The group’s mobile businesses fared best reporting Q12007 revenues of SGD238 million, up 8.7% year-on-year, as its total aggregate regional mobile base swelled by twelve million to more than 124 million users, and post-paid ARPU stabilised at SGD71 (USD46.8) per month. SingTel has forecast ‘double-digit’ growth in underlying profit over the next five years, which it says will be boosted by new acquisitions and increased stakes in affiliates such as Telkomsel in Indonesia. The mobile operator contributed pre-tax profit of SGD258 million in the fourth quarter, up 5.2% quarter-on-quarter, but down from the 73% growth seen a year ago. The lower than expected rise was attributed to heavy floods in Jakarta in February and the effects of currency depreciations in the rupiah against the Singapore dollar.

Wednesday, April 18, 2007

Serat Optik dari Perusahaan Gas

Berita di DetikINet awal april lalu menyebutkan PGN salah satu BUMN yang bergerak dibidang bisnis gas mulai melebarkan sayapnya di bisnis telekomunikasi melalui penyediaan jaringan serat optik. Jaringan optik tersebut terpasang di jaringan pipa gas yang terbentang dari Sumsel ke Batam dan berakhir di Singapura. Dari 100 core yang terpasang, untuk keperluan internalnya hanya memerlukan 4 core, sehingga ada excess capacity sebesar 96 core. Berita terakhir dari Kontan (09/04/07) juga menyebutkan rencana PGN untuk pembangunan jalur Sumsel menuju Jawa Barat.

Bukti keseriusan PGN di bisnis telekomunikasi ditunjukkan melalui pembentukan anak perusahaan patungan PGAS Telekomunikasi Nusantara dengan operator telekomunikasi Indosat.

Potensi infrastruktur yang dimiliki melalui jaringan distribusi pipa gas dapat dengan mudah di'tempel' serat optik dengan kapasitas besar untuk dijual kembali. Model ini mirip dengan jaringan listrik dan kabel laut PLN melalui anak perusahaan iCon yang terbentang dari Jawa ke Bali juga disewakan sebagai bisnis. Model bisnis lain yang mirip adalah penyewaan lahan Jaringan rel KA untuk penanaman serat optik.

Indosat saat ini sudah menyewa 2 core, sementara Telkom meski mempunyai intensi menyewa dalam kerangka sinergi BUMN masih belum menunjukkan tahapan lebih lanjut. Boleh jadi kerangka sinergi sedikit terganggu oleh masuknya Indosat dalam anak perusahaan PGN tersebut, sehingga aspek bisnis ke kompetitor lebih terasa dibanding sinergi di lingkungan perusahaan nasional. Indosat saat ini dominan sudah dikuasai modal asing sehingga bukan lagi anggota BUMN. Kalau toh ditekan pemerintah dalam kerangka sinergi seharusnya sejak semula bersinergi melalui pembentukan anak perusahaan bukan dalam penyewaan infrastruktur yang sudah berbau bisnis apalagi dengan kompetitor.

Kembali ke model bisnis, induk perusahaan PGN yang bermain di industri minyak dan gas, termasuk distribusinya, mulai merengsek ke industri telekomunikasi yang di persepsi menggiurkan oleh pasar. Dengan kekuatan (strength) kapasitas infrastruktur yang dimilikinya, peluang merebut pasar wholesale terbuka lebar melalui anak perusahaan disamping untuk mengeliminir kelemahan kapabilitas pengelolaan di industri baru tersebut. Rencana penggelaran distribusi pipa gas yang menjadi salah satu prospectus PGN dalam melakukan IPO ke investor semakin manis dengan issue tambahan pendapatan dari sektor telekomunikasi.

Pertanyaan untuk bahan diskusi, perlukah Telkom menerima tawaran PGN untuk menyewa kabel optik tersebut, ketika pada saat yang sama ada proyek serupa yang dikenal dengan nama Jasuka, Jawa Sumatra Kalimantan. Bagaimana perusahaan pelat merah ini memandang anak perusahaan PGN?, apakah sebagai mitra dan partner sesama BUMN, atau sebagai kompetitor pada saat melihat ISAT bergabung didalamnya, ataukah sekedar penyedia infrastruktur semata.

Tuesday, April 10, 2007

Back2Write

Hari ini (setelah saya tengok posting klasmaya terakhir) berarti sudah kurang lebih 119 hari tidak ada proses maintain atau update blog ini. Sedih juga, ternyata pengelolaan mandiri untuk membiasakan diri menulis dan berkomentar sendiri bukan persoalan yang mudah. Berbeda pada saat blog ini memang berfungsi sebagai salah satu media komunikasi antara saya dengan mahasiswa atau pemirsa. Sebagai informasi, semester ini saya mengajukan istirahat mengajar dengan alasan kesibukan di tempat kerja baru yang relatif lebih operasional dan memerlukan mobiiltas lebih dibandingkan job sebelumnya.

Meski demikian, rencana awal, menempatkan klasmaya sebagai weblog, tidak sekedar media komunikasi, memerlukan budaya atau kultur spesifik untuk membiasakan diri menulis. Selalu ada perbedaan antara menulis dan berbicara lepas, apalagi berpikir lepas. Pencatatan pikiran yang direpresentasikan dengan tulisan akan memberikan banyak aspek yang seharusnya memiliki nilai lebih.


Saya tidak berjanji untuk secara kontinyu menulis di weblog ini, biarlah janji itu saya pegang sendiri. Namun posting kali ini (setelah ini lebih tepatnya) karena tidak terkait dengan komunikasi pembelajaran offline, lebih mengarah pada ulasan pikiran yang boleh jadi bisa dijadikan materi diskusi. Topik tidak jauh dari subjek telematika maupun manajemen.

Semoga bisa konsisten.