Tuesday, April 29, 2008

Quote of this Month (05/08)

.
“It is not the strongest of the species that survives, nor the most intelligent that survives. It is the one that is the most adaptable to change.”
Charles Darwin (12 Februari 1809 – 19 April 1882)

26th April 2008 Presentation Time : Public Network; Analog&CableTV Modem

.
Sebelumnya saya pikir masih kurang 3 topik lagi yang belum dipaparkan, ternyata hanya tinggal 2 kelompok yang minggu lalu memaparkan bahasannya. Namun karena beberapa partisipan khususnya anggota kelompok tersebut terlambat hadir, klas dimulai dengan diskusi (brain storming) tentang pricing di industri telekomunikasi.

Dari hasil diskusi tersebut, ada dua model penetapan pricing. Model pertama terkait dengan tarrif cap yang ditetapkan regulator, Cost of Good Sold (COGS) dari operational business, harga di pasar dan target revenue perusahaan yang berdampak pada margin dan price yang ditatapkan. Model kedua mengacu pada ARPU (Average Revenue per User) yang secara sederhana merupakan turunan dari angka Revenue (Sales) dengan total jumlah pelanggan. Namun bahasan ARPU belum sampai ke price, diskusi harus dihentikan untuk mulai sessi presentasi dari kelompok 5 dan 7.

Topik Public Network jika kita acu ke bab-5, pada dasarnya membahas perbedaan antara layanan terhubung dan layanan dedicated (jalur privat).Atribut layanan terhubung antara lain : Pengalamatan; Bayar sejauh anda pergi; Tarif pos; Sesuai tuntutan; Segera; Layanan Terhubung untuk Data; dan Penghubung rangkaian-ketidak efisienan jaringan; dipaparkan dalam bahasan tersebut. Sementara untuk atribut layanan Dedicated : Biaya bulanan tetap; Rute tetap; Penggunaan eksklusif; Ketersediaan 24jam sehari; Suara,video dan data; serta Kapasitas tetap. Bahasan lain terkait dengan topologi jalur dedicated, meski konten pensinyalan (SS7) tidak diulas pada paparan.

Kelompok 7 memaparkan tentang Modem dan Peralatan Akses. Bahasan meliputi Data Circuit-terminating Equipment (DCE), antara lain : Modem; NT1s; CSU / DSU (Data Service Unit); Modem PCMCIA, Modem kabel, Set-top boxes.

Pertemuan offline (tatap muka) tinggal satu kali lagi. Mungkin klas berikut akan lebih banyak me’review seluruh pertemuan sebelumnya, sekalian bahasan kisi-kisi UAS. So be there or be behind.

Monday, April 28, 2008

Telecosm

.
Posting ini lagi-lagi merefer dari artikel di Internet. Kali ini diambil dari satu artikel di situs Technology Review yang mengulas sedikit tentang Telecosm, istilah yang di”karang” oleh George Gilder. Artikel yang ditulis oleh Mark Williams ini khusus meliput state / status / tingkatan / level dari kondisi Telecosm di tahun ini.

Tulisan lengkapnya bisa diacu langsung ke artikel aslinya, syukur-syukur kalau mau browsing tentang terminologi telecosm dari pak Gilder. Ada satu artikel di Kompas minggu lalu yang saya lihat cukup mirip dengan artikel ini yang ditulis oleh Ninok Leksono, hanya beliau lebih fokus pada Internet Crash.

The State of the Global Telecosm
By Mark Williams

This past February, 12,000 members of what is perhaps the most important technology industry converged on San Diego's for their annual conference. Since 2005 this event has been called the Optical Fiber Communication Conference and Exposition and the National Fiber Optic Engineers Conference.

Nearly one terameter (1,000 million kilometers) of fiber-optic cable encircling the earth effectively makes up our global civilization's central nervous system, since it carries Internet traffic and all international telecommunications. The world's data traffic, moreover, is doubling in volume every two years and People have been predicting that the Internet would crash.

What's a telecosm?. In 2000--the year communications carriers and technology suppliers saw their stock begin to collapse-- George Gilder had published a book called Telecosm (whose original subtitle was How Infinite Bandwidth Will Revolutionize Our World). In those days, any company endorsed by Gilder's monthly newsletter--which by the late 1990s mainly endorsed companies involved in the global build-out of optical networks--immediately experienced the "Gilder effect": its stock value surged.

In 1989 Gilder established himself as a technology pundit: after published Microcosm, which assessed the microchip revolution. In 1990 he published Life after Television, which predicted that "teleputers" connected by fiber-optic cable would make broadcast television obsolete.

Gilder argued that just as the microprocessor had introduced previously unimaginable processing power, so the fiber-optic construction boom would usher in a world of instantaneous communication and infinite bandwidth: the telecosm. He predicted that it would make "the CPU ... peripheral, the network central," and that it would enable anyone to launch a product, company, or political movement. But every boom must go bust, and the crash of the telecommunications industry, when it came, proved worse than the bursting of the dot-com bubble. More than $500 billion was lost in just a few years. Between 2001 and 2004, 216 telecommunications companies went bankrupt--most notably Worldcom ($104 billion in assets), whose CEO, Bernie Ebbers, received a 25-year jail sentence for what remains the largest accounting fraud in U.S. history. Meanwhile, hitherto stable industry giants like AT&T staggered.

Ethernet coinventor Bob Metcalfe had told his audience that 1,000-gigabyte-per-second Ethernet (terabit Ethernet) would emerge around 2015. He pointed to video, new mobile, and embedded systems as the factors driving this rising data flood: "Video is becoming the Internet's dominant traffic, and that's before high definition comes fully online. Mobile Internet just passed a billion new cell phones per year. Then totally new sources of traffic exist, like the 10 billion embedded microcontrollers now shipped annually."

Did Metcalfe believe that the existing infrastructure-- built in the boom years, when great excesses of fiber-optic cable were laid down--could support terabit Ethernet? "That dark fiber laid down then is being lit up, and some routes are now full," he said. "That's the principal pressure to go to 40 and 100 gigabits per second. It seems we can reach those speeds with basically the same fibers, lasers, photodetectors, and 1,500-nanometer wavelengths we have, mostly by means of modulation improvement. But it's doubtful we'll wring another factor of 10 beyond that." Thus, the backbone networks would need to be overhauled and new technologies implemented.

Likewise, on the trade-show floor, a global network with infinite bandwidth and
instantaneous transmission--were becoming available in 2008. Companies exhibited products that made use of silicon photonics: Lightwire, for instance, offered a lightweight transceiver designed to greatly improve upon the SFP+ modules currently used to connect servers and network equipment. Since photons move much faster and scatter much less heat than electrons, it promises to reduce power dissipation by more than half.

However, the economy was sinking and the industry needed to undergo consolidation. And who would pay the up-front costs for these next-generation networks?
Jag Bolaria, a Linley Group analyst : "In Europe and even parts of Asia, they're getting significantly more--maybe 10 megs. But in America, carriers own the pipes, and we don't really see much competition. If they don't want to give you much bandwidth--and AT&T and other carriers are selling T1 lines and charging seriously for them--you don't get much bandwidth.

Bolaria was guardedly optimistic about the future. "We're slowly moving toward more than 25 megs of bandwidth in a fiber-optic pipe into the house," he said. "I think as you start getting two- to five-meg uplinks, then you'll reach the point where users can put their own content in high definition." That, he speculated, might change Hollywood as radically as the Internet had already changed newspapers. "Overall," he said, "I'm
looking forward to the time when you can truly choose or create your own content, as opposed to 'This is what you get and how much you pay for it."

Tuesday, April 22, 2008

19th April 2008 Presentation Time : Telephony & Cabling System; Network Service Provider & Local Competition; Specialized Network Service

.
Klas minggu lalu, meski sebelumnya ada rumor kalau saya kemungkinan bakal gak masuk, tapi jumlah yang hadir lebih dari rata-rata. Itu berita positif, berita negatifnya masih terlihat juga, satu dua partisipan yang terlambat 10-20 menit bahkan ada juga yang baru nongol setelah hampir separuh waktu klas.

Posting kali ini, seperti posting sebelumnya, saya coba bahas materi yang tempo hari di paparkan sebagai tugas kelompok. Bahasan pertama dari materi dengan konten Telephony & Cabling System, yang diambil dari bab-2 buku A.Zodd. Topik meliputi Sistem Telepon (PBX, Centrx, Key System), Aspek Penjualan dari Telepon Mandiri, dan Media koneksi / pengkabelan.(Fiber & UTP)

Paparan kedua membahas topik terkait dengan Network Service Provider & Local Competition. Kalau saya lihat di buku asli edisi 2000, materi ini ada di bab-4, namun mengacu ke buku terjemahan, konten ini ditulis di bab-3 dengan bab-4 membahas regulasi di US. Konten antara lain mengulas faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan industri telekomunikasi, antara lain Globalisasi Ekonomi, Peraturan Pemerintah (khususnya aturan divestitur 1984 dan regulasi 1996 di AS), dan Perkembangan Teknologi (khususnya CaTV, FO, dan Wireless).

Disisi kompetisi lokal, diulas strategi memasuki pasar panggilan lokal antara lain melalui Resale, CableTV, dan Wireless. Dibagian lain dijelaskan 3 jenis reseller (Resseller, Switchless Reseller, dan Agents) lebih spesifik. Masih di kelompok yang sama, diulas pula terminologi dan penjelasan CLEC dan IEX termasuk case AT&T.

Paparan dari tim ke-3 membahas bab-6 dengan thema terkait dengan Layanan Jaringan Terspesialiasasi. Meski ada beberapa layanan yang termuat di buku, namun tim memfokuskan pada layanan ATM, SONET dan DSL. Tim sudah mengacu pula arsitektur jaringan terspesialisasi dari materi di Internet, namun sayang gambar tidak dijelaskan lebih jauh,. Paska paparan didikusikan pula perbedaan istilah asynchronous di ATM dan ADSL.

So far, masih kurang 3 kelompok lagi yang belum memaparkan bahasannya. Kita tunggu pertemuan depan, semoga bisa lebih ”gayeng” lagi.

Monday, April 21, 2008

Masih Soal Perang Tarif

.
Cuplikan artikel Kompas dengan judul "Persaingan Tarif Murah Hanya Ilusi", mungkin untuk menyeimbangkan kadar berita selain dari luar negeri yang pernah dibahas sebelumnya. Tadinya saya mau cuplik sedikit bagian saja dari tulisan wartawan kawakan Hendrowijono yang menspesialisasikan di industri telematika, namun ternyata kontennya cukup menarik untuk dilewatkan. Alhasil cuplikan (90%) inilah jadinya.

Meski seharusnya bisa di acu ke situs Kompas yang memuat artikel tersebut, namun saya agak sreg kalau di muat di sini (mohon ijin mas Hendro). Konten lebih ke perang tariff dan sedikit isu peningkatan valuasi korporasi di bagian akhir, selamat menikmati.

Jorjoran tarif yang dikesankan murah membuat silau banyak calon pelanggan. Tarif murah jadi promosi bagi operator baru untuk memikat calon pelanggan, tetapi menjadi perang tarif kalau operator besar ikutan meski promosinya berjangka (IM3 mulai detik ke-90 hanya berlaku sampai 30 April 2008).

Kebijakan operator inkamben menurunkan tarif mengguncang pasar selain di internal juga ada jejasnya. Terlalu sering mengubah tarif memengaruhi keuangan karena setting dalam sistem dan pemasaran perlu biaya besar.

Di sisi lain, tarif turun merangsang optimalisasi perangkat operator membuat biaya per lalu lintas (traffic) percakapan jadi lebih rendah. Sejak Simpati PeDe Telkomsel diluncurkan, beban perangkat di atas normal, sama seperti saat Lebaran atau pergantian tahun yang rata-rata 3-4 kali traffic harian.

Operator yang ”pas-pasan” menjadi cercaan pelanggan ketika lonjakan traffic memanaskan jaringannya sehingga banyak percakapan terputus (drop call). Risiko ini yang harus diperhitungkan operator jika akan menurunkan tarif.

Biaya percakapan mustahil murni Rp 0,0000… 1 per detik karena perangkat tidak gratis meski tingkat efisiensi operator dan optimalisasi perangkat menekan biaya operasi, terutama untuk panggilan sesama pelanggan (on net). Panggilan ke operator lain (off net) tak bisa murah sebab ada biaya interkoneksi yang harus dibayar.
Menurut survei, rata-rata percakapan telepon 40 detik, dan yang paling lama dua menit per panggilan. Karena itu, tarif kurang dari satu sen per detik tak lain ilusi jika ada embel-embel berlaku setelah sekian menit atau sekian puluh detik, atau pada jam-jam tertentu.


Iklan-iklan yang gencar itu efeknya membodohkan masyarakat secara terstruktur. Masyarakat yang sangat peduli biaya disilaukan adonan tarif yang sepintas murah.

Dengan syarat on net, pelanggan operator besar yang diuntungkan dibanding operator (baru) yang pelanggannya sedikit. Pelanggan PeDe atau As punya lawan bicara 52 juta keluarga Telkomsel, pelanggan Indosat sekitar 25 juta, dan XL 16,5 juta.

XL Bebas tawarkan tarif murah Rp 0,00…1 setelah 3 menit, IM3 Indosat setelah 90 detik, atau Kartu As Telkomsel 3 menit gratis setelah dua menit. Padahal, dengan tarif Rp 0 pun operator untung asal berlaku setelah 2 menit sebab biaya operasi tertutup di menit pertama yang bertarif normal.

Pelanggan yang ingin murah, tetapi harus bicara panjang malah terjebak harus bayar mahal. Pelanggan harus lebih jeli dan tidak terperangkap pada ilusi yang ditebar operator sebab yang paling ”bersih” hanyalah tarif tanpa syarat dan berlaku sejak detik pertama.

Esia tanpa syarat apa pun Rp 50 per menit on net. Sayangnya, Esia baru ada di 34 kota—tahun ini di 100 kota—sehingga ke banyak kota percakapan tidak bisa on net karena masih no net.

Flexi Rp 49 per menit punya 6 jutaan pelanggan, Smart Rp 45, dan StarOne Rp 19, masing-masing di bawah 500.000 pelanggan, tetapi Esia kini 4,2 juta dan 7 juta pada akhir 2008. Sampai 3 menit Esia hanya memotong pulsa Rp 150, PeDe Rp 1.560, As Rp 2.400, XL Bebas Rp 1.800, Mentari Rp 4.500, IM3 Rp 1.350.
Tarif 10 menit percakapan off net, Mentari dan PeDe Rp 32.000, Hutchison Rp 20.000, dan Esia hanya Rp 8.000. Tetapi, IM3 bertahan pada Rp 1.350 dan pelanggan XL Bebas kena Rp 1.800.


Di tataran lain, perang tarif demi sebanyak mungkin pelanggan jadi bumerang karena hanya operator bermodal sangat besar yang bertahan. Mungkin 2 atau 4 tahun lagi ada operator bergelimpangan, dibeli operator besar atau merger, apalagi operator besar sudah mulai kekurangan frekuensi.

Kecuali operator baru yang didukung penuh operator dunia induknya karena setiap penambahan pelanggan meski hanya berupa aktivasi akan meningkatkan nilai perusahaan induk di bursa. Operator baru tadi mendapat insentif yang besarnya melebihi biaya modal per pelanggan sehingga mereka tak peduli apakah kartu perdana dibuang pelanggan setelah pulsanya habis.

Konsolidasi di China

.
Beda di Selandia Baru, beda lagi di China. Kalau berita di negara Kiwi tempo lalu membahas pemisahan bisnis dari incumbent nya. Kondisi industri telekomunikasi di China, mungkin malah berencana konsolidasi. Beberapa tahun lalu memang ada pemisahan misalnya China Mobile lepas dari China Telecom, namun sekarang kembali muncul restrukturisasi dalam artian merger.

Kondisi ini juga pernah di perkirakan para analis termasuk yang pernah kita bahas di posting lalu yang diambil dari jurnal PWC. Konsolidasi, selanjutnya bikin paket bundle dari konvergensi bisnis. Bagaimana di Indonesia ? Beberapa praktisi dan analist menyebutkan 2-3 tahun ke depan dari kondisi industri (khususnya) seluler yang semakin kompetitif, diperkirakan akan muncul konsolidasi. Selain konsolidasi diharapkan juga muncul ekspansi global biar gak cuman jadi jago kandang aja.

Berikut cuplikan dari artikel dengan judul : Are China's Carriers Looking At Consolidation?

China Telecom reportedly is reviewing plans to roll out service packages that bundle fixed-line and CDMA wireless services in anticipation of a possible restructuring of Chinese telecom operators.

In China today, there are six state-owned telecom carriers: China Mobile, China Unicom, China Telecom, China Netcom, China Tietong and China Satcom. Some analysts have been saying most of these carriers want such a "restructuring," which really means mergers, as soon as possible "because the market is highly unbalanced, with China Mobile being the strongest operator and the fixed-line operators losing customers."

A widely quoted rumor has China Tietong merging with China Mobile, China Netcom merging with China Unicom and China Telecom acquiring China Unicom's CDMA business. Some of this could happen before the Beijing Olympic Games begin in August.


China Telecom are making preparations to acquire China Unicom's CDMA network and they will offer service packages that bundle broadband, personal handy-phone system (PHS) services, fixed-line telephone and CDMA mobile services.

Tuesday, April 15, 2008

12th April 2008 Presentation Time : Internet; Class at a Glance : KM 29, 30, 35

.
Klas minggu ini sedikit mengecewakan. Semestinya jadwal paparan tugas klas minggu ini minimal ada dua bahasan yang dipaparkan. Sehingga dalam dua hari lagi masing-masing dapet 2-3 bab, nyatanya hanya ada satu bahasan. Pertemuan tinggal menghitung hari saja. Mungkin masih ada sisa waktu 2 (?) pertemuan lagi, sementara masih ada 7 bab yang belum dibahas.

Satu paparan pada klas minggu ini diambil dari kelompok 8 tentang Internet. Dibahas dari mulai sejarah Internet, layanan Internet, WWW, HTML, Hosting, Privasi, sampai alamat internet. Cukup lugas, meski beberapa bagian hilang, seperti Intranet & Extranet, atau markup language lain. Handout sudah bisa di unduh (download) dari sini, namun saya menyarankan pemirsa baca buku asli atau terjemahannya untuk lebih melengkapi cerita, dan ini juga berlaku untuk bab lainnya.

Sessi kedua, setelah menunggu paparan dari kelompok lainnya yang belum bisa ditampilkan, dibahas Kepmen 29 dan 30 Tahun 2004 tentang perubahan Kepmen 20 Tahun 2001 tentang penyelenggaraan telekomunikasi. KM 29 lebih menekankan pada penyelenggaran jaringan tetap (Jartap) yang dibagi menjadi Lokal, SLJJ, dan Internasional untuk menyelenggarakan jasa teleponi dasar. Sementara KM 30 dibahas penyelenggaraan jasa teleponi dasar dan multimedia selain dibahas pula penyelenggara jaringan bergerak (seluler, radio trunking, dan satelit) yang saya belum dapet KM yang membahas spesifik penyelenggaran jaringan bergerak.

Satu lagi bahan regulasi yang dibahas pada pertemuaan minggu ini. KM 35/2004 tentang Penyelenggaraan jaringan Tetap Lokal Tanpa Kabel dengan Mobilitas Terbatas. Regulasi ini yang memungkinkan produk Flexi, StarOne, atau Esia muncul di pasaran. Definisi mobilitas terbatas, bagaimana penyelenggaraanya, maupun tarif dan biaya dibahas dalam Kepmen tersebut. Meski sedikit tricky, fasilitas Combo pada Flexi maupun GoGo pada Esia masih dimungkinkan dan comply dengan regulasi fixed wireless ini.

Note: Kemungkinan dalam satu minggu ke depan saya masih berada di luar kota, sehingga klas minggu depan boleh jadi absen. Kalau kemungkinan tersebut terbukti, kita akan cari hari pengganti setelah minggu depan, paling tidak sebelum UAS.

Thursday, April 10, 2008

Deregulasi Telekomunikasi di Selandia Baru

.
Meski isu ini sudah muncul sejak tahun 2001 dan mandat pemisahan sudah bergulir sejak dua tahun lalu, nampaknya incumbent telekomunikasi di Selandia Baru cukup alot juga untuk bertahan (dan berdalih). Tekanan WTO apalagi IMF gak ada di sana, kecuali dorongan regulator saja untuk membuka pasar untuk peningkatan pelayanan public.

Peningkatan layanan pelanggan juga di tunjukkan dari target regulator ke TNZ untuk menggelar high speed broadband lebih agresif.

Di Indonesia, program mem”protoli” bisnis sudah terjadi beberapa (bahkan mungkin belasan) tahun lalu. Dimulai dari jaman PTT dipisah ke Pos&Giro, Bisnis Satelit ke Satelindo, Seluler, dan calon protolan lainnya bisnis Fixed Wireless & bisnis Multimedia.

Memang belum sejauh TNZ yang jadi Wholesale, Retail, dan Network. TLKM baru sebatas Direktorat atau group bisnis untuk portfolio itu, tapi siapa tahu bakalan ke sana. Semakin di potong-potong kecil semakin gesit, tapi juga semakin gampang di kerjain.


Berikut cuplikan berita : Telecom New Zealand Does the Splits

The New Zealand government this week approved a plan to carve Telecom New Zealand into three pieces, ending the once state-owned company's virtual telecoms monopoly and holding out a promise of high speed broadband for nearly 90 percent of the company. Telecom New Zealand has about an 80 percent share of the country's $6.3 billion telecommunications market.

The company will be split into wholesale, retail and network units. The plan includes government regulation to open its copper local loop network to rivals. Telecom also committed to rolling out broadband to all cities and towns with more than 500 lines by 2012 and that would bring broadband to 80 percent of the country, and cost about $1.1 billion. The government expects the company will actually do better than that and by 2012 offer 10 Mb/s service to 84 percent of the country and 5 Mb/s to 89.

Wednesday, April 09, 2008

Quote of this Month (04/08)


5th April 2008 Presentation Time : Convergence & Wireless

.
Posting ini mungkin lebih cocok saya beri judul depan dengan category Presentation Time, sebagai pembeda dengan klas biasa. Minggu lalu telah dipaparkan dari kelompok 9 dengan thema / judul Convergence dan kelompok 10 : Wireless.

Kelompok – 9 dan 10 nampaknya mis-komunikasi dari penjelasan saya sebelumnya, bahwa rujukan tugas paparan ini harus mengacu pada buku AZ Dodd dari versi terjemahan dari Andi Publishing. Alasannya seperti yang pernah disampaikan sebelumnya tidak lain dari aspek equal playing field. Hanya saja sayangnya kelompok-9 merujuk pada buku asli versi tahun 2000, dimana bahasan Convergence bukan menjadi satu bagian besar (bab), hanya bagian dari judul bab lain.

Persoalan lain, menurut info dari salah satu saksi mata ;-), partisipan rada kesulitan juga untuk menemukan / mencari acuan vesi bahasa (Indonesia) di perpustakaan. Walhasil yang versi asli akhirnya yang dipakai.

Konvergensi menurut paparan kelompok-9 (materi presentasi sedikit saya edit agar file tidak terlalu besar) adalah kemampuan sebuah jaringan untuk memuat semua jenis lalu lintas seperti suara, data, dan video sebagai sebuah paket. Kemampuan jaringan ini didorong oleh : Advance Router, Digital Signal Processor, Optical & Programmed Switch, Compression & Protocol, DWDM

Sementara dalam sessi kedua, dipaparkan konten wireless mulai dari teknologi analog AMPS sampai berbasis digital seperti D-AMPS, GSM, CDMA, PCS, SMR, dan CDPD (3 terakhir ini mungkin agak asing di telinga kita). Selain aspek teknologi, paparan ini juga menyebutkan aspek pasar seluler yang terkait dengan antara lain: Efforts to Improve Service; Health Concerns; Safety on the Road; Privacy and Advertising Instructions on Cellular E911; Called Party Pays; Limited Mobility Wireless for Local Telephone Service; Wireless Number Portability; dan Limitations of Circuit-Switched Cellular for Data.

Konten lain terkait dengan wireless yang turut dipaparkan antara lain: spectrum allocation, 2G-3G Transition, Paging dan Satellite Service.

Tahniah untuk kelompok 9 dan 10 untuk kesempatan hari pertama. Pertemuan berikutnya kita tunggu paparannya, semoga bisa lebih matang persiapannya.

Monday, April 07, 2008

eTOM (enhanced Telecom Operations Map)

.
Definisi dari Wikipedia berikut ini tentang eTOM cukup banyak menjelaskan. Jadi ada baiknya saya posting saja di Klasmaya.

The eTOM (enhanced Telecom Operations Map) is a guidebook, the most widely used and accepted standard for business processes in the telecommunications industry. The eTOM model describes the full scope of business processes required by a service provider and defines key elements and how they interact.

eTOM is a common companion of ITIL, an analogous standard or framework for best practices in information technology.

Both of these frameworks are part of the larger context of Total Quality Management, in which many industries have since 1950 increasingly formalized their business processes and metrics in search of higher quality, fewer defects, and greater efficiency. ISO 9000 is probably the best-known of these "process and results improvement" standards, but it is far more generic than either eTOM or ITIL.

eTOM has been adopted as ITU-T International Recommendation, known in 2004 as M.3050.

The eTOM model consists of Level-0, Level-1, Level-2 and Level-3 processes. Each level drills down to the more specific processes.

The graphic representation of an eTOM model consists of rows and columns. The intersections of these rows and columns point out to specific processes as specified by eTOM. The topmost row denotes the customer facing activity i.e. marketing while the bottom most row indicates the supplier facing activity and the support activities.

In this manner the eTOM map indicates the whole value chain. The map thus also gives a good indication of the interaction between the processes.

29th March 2008 Class at a Glance : Business Process

For the sake of document management, mulai saat ini posting CAAG perlu di imbuhi dengan judul materi pembahasan.

Kelas di dua pertemuan lalu, telah dibahas materi Business Process dengan mengacu pada Best Practices dari Enhanced Telecom Operation Map (eTOM). Sebenarnya konten ini materi cadangan kalau-kalau partisipan belum siap buat paparan tugas A Z Dodd, dan ternyata benar adanya, belum satupun kelompok yang siap memaparkan tugas.

Materi Bisnis Proses ini juga menjadi konten yang diacu beberapa mata kuliah yang saya bawakan, jadi di Klasmaya ini pun sebenarnya pernah di submit materi serupa.

Pembahasan meliputi Sekilas Proses Bisnis (intro, tujuan), Trend Proses Bisnis di industri Telekomunikasi, Sekilas Tele Management Forum sebagai penggagas eTOM, Sejarah eTOM, serta framework eTOM dari level 1-2, dan khusus untuk modul Marketing & Offer Management dibahas sampai level 3 sebagai contoh.


Materi ini sebenarnya untuk memberikan wawasan lingkup proses bisnis di industri telekomunikasi. Sehingga pemahaman tentang hubungan dengan supplier dan pelanggan yang menjadi value chain suatu perusahaan menjadi jelas.

Proses seperti pengelolaan pelanggan mulai dari sisi Customer Interface Management, selling, order handling, problem handling, service management, billing & collection, sampai ke program retensi dibahas dalam eTOM. Mungkin materinya bisa lebih dikupas di mata kuliah CRM. Minimal bagian ini menjadi rujukan suatu operator telekomunikasi dalam mengelola pelanggannya.

Modul lain silakan dikaji di handout berikut.

Senggigi


Monday, March 31, 2008

Polling penggunaan telepon rumah.

Polling yang diadakan jurnal The CommunicationsDirect (afiliasi PWC) akhir triwulan ini menunjukkan bahwa pemakaian fixed line telepon tidak lebih dari separuhnya. Polling dilakukan melalui web sites yang diakses global. Berikut berita pendeknya.

Do you use a fixed line telephone in your home?

The CommunicationsDirect latest poll results are in. The question posed was, ‘Do you use a fixed line telephone in your home?’ Responses show that 53% of our readers say ‘no’ and 47% replied ‘yes’, but added that they almost never use their fixed line telephone.

Polling ini sebenarnya bukan hal yang aneh, kalau kita bikin polling yang sama di kampus, mungkin dominan menjawab TIDAK, apalagi anak kost, orang yang lebih mementingkan privasi, atau paling tidak responden yang menggunakan media komunikasi dari operator yang memberikan harga yang relatif lebih murah dari telepon rumah.

Sekarang ini, telepon rumah tidak berarti murah.

Kalau anda di survey (polling) apa jawaban anda ?

Friday, March 28, 2008

Pembagian Tugas Kelompok Paparan buku Z Dodd

Sesuai penetapan pada pertemuan terakhir, pembagian kelompok untuk tugas paparan Z Dodd adalah sebagai berikut:

Kelompok A : Bab-2 Telephone System
Christian Pontoh
Mangappu Tua
Robby Komadi
Pirtom Lubis

Kelompok B : Bab-4 Network & Service Provider & Local Competition
Noverki
Faisal Syururi
Ferdian Dumara

Kelompok C : Bab-5 Public Network
Desoni Praptanta
Edfri Weureun Dauhan

Kelompok D : Bab-6 Advance Network
Risyad Ari Gunawan
Vito Andri Lukito
Adrian Reza

Kelompok E : Bab-7 Analog, CableTV, Modem
Reynard Augusta
Yones

Kelompok F : Bab-8 Internet
Jeremi Christie
M Nurdhani
Erwin Christman Hendry
Bryan Chrisaldeka

Kelompok G : Bab-9 Convergence
Toni Andrian Porayouw
M Irfan
Yunus Arie Wiratama

Kelompok H : Bab-10 Wireless
Benny Natanael
Yeremia
Reski Mapriharto


Awalnya saya mau acu dari text book Annabel Z Dodd langsung, tapi ternyata di perpustakaan kita sudah ada terjemahannya dari edisi Dodd tahun 2000. Kalau dibandingkan dengan edisi 2002 yang belum di terjemahkan, bedanya cuman satu bab antara Convergence di terjemahan Andi Publishing dan bab Globalization di edisi 2002. Biar adil dan equal treatment, akhirnya untuk kelompok G dipilih bab Convergence, toh kelompok lain juga cenderung lebih memilih acuan buku terjemahannya Z Dodd.
Pertemuan minggu ini, saya persilakan kelompok mana yang siap (ada credit point untuk yang pertama memberikan pemaparan).

Selamat berkelompok ...

22nd March 2008 Class at a Glance

Lagi-lagi telat posting, padahal dua hari lagi sudah masuk klas. Minggu ini saya ada undangan ke Mataram-Lombok, so a little bit late to submit this report, punteun lah.

Seingat saya minggu lalu kita telah bahas aspek regulasi, khususnya regulasi UU No 3 / 1989 dan UU No 36 / 1999 tentang Telekomunikasi. Sedikit diulas juga PP (Peraturan Pemerintah) No 8 / 1993 dan PP No 52/2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Materi ini seharusnya ada di situs Dirjen Pos dan Telekomunikasi, yang menyediakan dengan lengkap segala undang-undang, peraturan dan kebijakan lain terkat dengan regulasi telekomunikasi (misalnya interkoneksi atau aspek lainnya). Tapi kalau pun belum sempat mampir ke situs tersebut, posting ini juga menyediakan UU dan PP tersebut.

Bahasan lebih menekankan perubahan dari UU No 3 / 1989 dan UU No 36 / 1999, sekira 10 tahun, terkait dengan deregulasi, perubahan dari monopoli menjadi pasar terbuka (kompetisi), meskipun untuk industri tertentu masih duopoli. Deregulasi dipengaruhi gelombang globalisasi, dan pesatnya perkembangan teknologi telekomunikasi yang mengakibatkan perubahan yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi. Globalisasi semacam WTO, persayaratan IMF, maupun tekanan negara besar boleh jadi menjadi salah satu driver deregulasi. Aspek lain seharusnya terkait dengan tujuan untuk meningkatkan penetrasi dan densitas sarana telekomunikasi dalam rangka mempercepat pembangunan infrastruktur, peningkatan perekonomian negara dan kesejahteraan masyarakat.

Studi dari ITU menyebutkan bahwa peningkatan 1% densitas telekomunikasi suatu negara akan meningkatkan 3% pertumbuhan ekonomi. Apakah teorema tersebut berlaku di negara kita perlu dilihat lagi histori beberapa tahun lalu. Sementara, kajian beberapa analis tahun terakhir yang punya korelasi dengan studi ITU tersebut, menyebutkan bahwa pertumbuhan Developed Country bisa dipengaruhi oleh densitas broadband, meski mereka tidak menyebutkan angka matematis dari pertumbuhan tersebut.

Paska pembahasan, diadakan Quiz dadakan, untuk melihat berapa porsi yang bisa diserap dari pengajaran langsung, termasuk untuk menambah penilaian. Hasilnya cukup menarik juga, sebagai contoh perbedaan UU No 3 dan UU No 36, dengan santai dijawab UU No 3 dibuat pada jaman Soeharto, sementara UU No 36 ditandatangan oleh BJ Habibie bahkan tanpa menyebut kapan UU tersebut di release.

Untuk posting kali ini saya tidak menyajikan handout (kecuali dokumen UU), toh komparasi yang dipaparkan di kelas minggu lalu sebenarnya bisa kalian ambil dari kedua UU tersebut.

Pada pertemuan lalu, kita juga bahas tugas presentasi dari buku Annabel Z Dodd. Penetapan pembagian kelompok sudah dibahas dalam pertemuan lalu.
Tabik ...

Saturday, March 22, 2008

Quad Play

Dua minggu lalu, ada terminologi yang menggelitik waktu membahas trend transaksi global. Terminologi Quad Play .... apa itu ?. Kalau Triple Play mungkin bukan hal yang asing, salah satu operator di Indonesia pun sudah menerapkan layanan itu. Triple Play pada dasarnya layanan bundle yang ditawarkan operator untuk gabungan jasa Telephoni (voice), Internet, dan TV Cable. Lalu kalau ada Quad Play, kira-kira jasa ke empatnya apa dong ? Terus terang saya juga sempet terbengong-bengong dan mengira-ngira apa kira-kira jasa ke empat itu. Sampai akhirnya saya ketemu term itu di Internet (meski Wikipedia punya istilah yang berbeda). Boleh setuju atau tidak, namun istilah Quad play di industri telekomunikasi memang menambah jasa wireless sebagai paket ke empat untuk di integrasikan. Kalau nggak setuju, coba aja usulin, jasa apa yang lebih cocok untuk paket quad play.

Cuplikan artikel berikut ini semoga bisa nambah wawasan dari terminologi Quad Play. Artikel di sadur dari media San Francisco Chronicle akhir Mei 2007 dengan judul ”Triple play not enough? Say hey to quad play”, dan sub judul ”Telecoms adding cell service to TV, Internet, landlines” yang ditulis oleh Ryan Kim.

Selamat menikmati, kalau mau cerita lengkap bisa langsung ngakses ke artikel asli.

In the fast-moving telecom industry, it's apparently not enough for a company to offer television, broadband Internet and home phone service, the so-called triple play. Today, operators are going for the quad play, with the addition of cell phone service in their quest to win and retain customers.

For consumers, the quad play means they can buy all four services from one provider and pay for it on one bill, increasingly at a reduced price. But the companies say it's not only about the convenience and savings from one-stop shopping.

They see the new mega-bundles as a collection of services that will increasingly work together, giving you a new level of access and interaction with your entertainment and communications services. The cell phone will play a pivotal role as a portal to receive television or personal content from home, access home voice mail and e-mail, and program digital video recorders.

The move to the quad play is the latest escalation of a battle that's been building between phone and cable companies, who, because of deregulation, are allowed to compete on each other's traditional turf. The two industries have cranked up the competition recently, with cable entering the phone market while telecom companies have started to provide television services.

Both sides see the quad play as a way to hold onto customers, who are even more prized and valuable if they can be made to pay for four services.

Analysts said customers will initially be drawn by the simplicity and value of ordering a set of services from one provider. But quad-play providers said the real draw will be providing an integrated, seamless experience for users wherever they go with their cell phones.

Subscribers can use their cell phones to check voice mail from their landline phone at home. They can also view a television program guide on their cell phone. Live television will be accessible on cell phones, which is incorporating local newscasts and content like music video channel and a video game station. The cell-phone television service, however, doesn't carry the same shows as the cable lineup at home.

Ultimately, both cable and telecom companies plan to offer a greater degree of remote control for users, allowing them to watch their own recorded content or their live home TV content on their handsets.

The IDC analyst said the quest for the quadruple play is a savvy move by companies, who see it as a way to cover all their bases and retain customers while wringing the most revenue from them. A IDC study in 2006 found that 41 percent of customers subscribed to a bundle of some sort. Sixty-six percent of the respondents said that once they bought a bundle they had no plans to switch providers, which suggests that the more customers buy, the less likely they are to go through the hassle and cost of switching.

But getting all users to sign up for all four services could be a challenge. Some analysts say the triple play will probably be the favored bundle, with wireless replacing wireline as the preferred voice service.

IDC predicts only 7.8 million households will use a quad play in 2010, or 7 percent of the 116 million households in the United States. Triple plays, by comparison, are expected to account for 39 percent of households by 2010.

A Forrester Research analyst found that consumers drawn to bundles primarily for the savings they offer, rather than for simplicity or advanced integration of services. Operators will find the going tough if they emphasize integration instead of delivering noticeable discounts for bundled service.

Critics said quad plays might lead to confusion for some customers, who have to wade through a number of services that they may or may not need. Operators might have less incentive to sell low-priced individual services or even advertise them to customers looking to buy a la carte. Consumers just need to be introduced to the benefits of a quad play to start understanding its overall appeal.

18th March 2008 Class at a Glance

Seharusnya posting ini muncul beberapa hari lalu, namun lagi-lagi ketabrak jadwal lain. Dengan dalih ”better late than never” yang selalu jadi mantra yang ampuh buat cari alasan, posting ini pun dipaksain harus muncul.

Klas 18 Maret lalu sebenarnya kelas pengganti dari tanggal 8 Maret lalu yang berhalangan alias absen. Materi pembahasan diambil dari buku MOT Khalil khususnya bab 8 ”Business Strategy and Technology Strategy”. Isu Strategy Management, Misi, Visi, Objektif dan Core Competence menjadi salah satu aspek pembahasan. Isu lain, terkait dengan pengelolaan strategi teknologi termasuk klasifikasi dan integrasi antara strategi bisnis dan teknologi.

Sepertinya buku MOT kita fokuskan di bab 1,5, dan 8 saja. Bab lain cenderung terlalu luas untuk subjek industri telematika, meski bukan berarti tidak perlu di baca.

Sisa waktu klas dibahas bab 1 dari bukunya Annabel Z. Dodd. Dengan metode scanning dokumen pdf bab-1 dari versi tahun 2005. Scanning mungkin jadi alternatif tanpa harus memaparkannya dalam presentasi. Alasan lain, toh konten di bab 1 Dodd lebih ke pengenalan dasar-dasar konsep dari telekomunikasi, yang nota bene berupa cuplikan dari terminologi / istilah yang muncul di buku tersebut.

Dokumen pdf yang saya dapat dari Internet mungkin sedikit lebih anyar (2005), kalau kita bandingkan buku Dodd yang ada di perpustakaan kampus (2002), apalagi terjemahan dari Penerbit Andi (2000). Tapi untuk tugas kelompok mungkin kita pakai acuan dari Penerbit Andi, toh antara buku asli Dodd 2002 dan terjemahan 2000 relatif sama, kecuali satu bab konvergensi di 2000 dan Globalisasi di 2002. Pembagian kelompok mungkin akan dibahas posting berikutnya.

Monday, March 17, 2008

How to get the Handout

Informasi dari salah seorang partisipan EL-102, handout tidak bisa di akses, cukup mengagetkan juga. Padahal materi bahasan kita selama perkuliahan ada di handout itu. Persoalannya gimana bisa mereview jika download saja tidak bisa.

Setelah saya coba di lokasi terpisah, memang ada beberapa kali error. Tapi bukan berarti tidak bisa diakses. Gagal lebih banyak akibat jaringan yang kurang optimal saja. Pada saat jaringan internet tidak bermasalah, download juga lancar saja. Kalaupun ada message yang menyebutkan gagal akibat sudah pernah download, bisa dicoba lagi.

Kemungkinan kedua, akses berhasil namun tidak tahu mana yang harus di download. Gambar dibawah ini menunjukkan contoh file terakhir yang sudah di upload di situs 4shared.




Setelah kalian bisa masuk ke situs ini, langsung saja click di link dengan tulisan download file (lihat anak panah). Anak panah tidak ada di situs itu, hanya sebagai petunjuk posisi link yang harus di click saja (kanan bawah).


Setelah di klik dan muncul window ini, berarti sudah berhasil tinggal di save.



Selamat mencoba, kalau sudah berhasil, download juga file handout lain yang belum diambil. Kalau masih belum berhasil, masukkan komentar anda (ini gunanya comment) di klasmaya.

15th March 2008 Class at a Glance

Pertemuan minggu lalu paska minggu sebelumnya off dibahas dua materi terkait analisa industri. Materi pertama dibahas kecenderungan transaksi di perusahaan komunikasi global. Materi ini diambil dari artikel di jurnal PWC yang membahas konvergensi bisnis. Ada tiga karakteristik yang ditengarai, konvergensi bisnis, konsolidasi domestik dan ekspansi internasional. Kecenderungan itu diperlihatkan dalam beberapa transaksi bisnis atau deal bisnis yang terjadi selama 2 tahun kebelakang.

Materi kedua, dibahas kondisi bisnis telematika di regional. Mulai dari aspek ekonomi makro, arah regulasi, sampai pasar telematika beberapa negara di regional. Khusus untuk kondisi dalam negeri, saya sengaja di ”kosong” kan untuk assessmen sendiri ke media yang ada, sebagai home work minggu ini.

Seperti biasa, meski beberapa masih menanyakan untuk copy materi, handout ke empat hanya bisa di download di sini.

Pengganti minggu lalu, saya sudah konfirmasi dengan pengelola gedung yang nota bene institusi HB, jadinya tanggal 18 Maret 2008 jam 13:00 s/d 15:00 di ruang 202 (?). Biar lebih yakin lihat saja di papan pengumuman hari senin ini. So be there or be behind...

Untuk komentar atau pertanyaan baik yang terkait maupun yang sedikit menyimpang, bisa di ajukan melalui media ini juga (comment). Please feel free to express your idea. Boleh jadi komentar yang relevan bisa menambah credit point.